Kamis, 23 April 2009
Suluk Sunan Kali Jaga [1]
Kanjeng Sunan Kali Jaga
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra: R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah. Ketika wafat, beliau dimakamkan di Desa Kadilangu, dekat kota Demak (Bintara).
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang "tatal" (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf" -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Berikut beberapa karya Sunan Kali jaga, antara lain :
1. KIDUNG ARAS
Eling eling ingkang guling,
Aja lali lali nendra,
Wong turu adoh kang asih,
Aluk carem aneng gunung,
Cireme mengke tan sepi,
Panggaripta kang pamuji jati
bale aras kang sasaka mulya
kirun pisaka tengene
wanga kirun kang hatungu
saka kira panggere wesi
anolak lara ing badan
satru lawan musuh
panggere rijatullah
Ander-ander kulhu balik
kang linuwih ambalik sakehing lara.
satru musuh balik pada wedi
pamidangan baitul mukadis
kulhu balik pangarane
ambalik sakehing musuh
lara badan sami sumingkir
kang gering nulia waras
kang sengit den lutut
musuhe sang liman petak
ramajati jumeneng wali jasmani
mula ngagea petak
Duruwipun penerusing kursi
lungguhira sinurat ing tangan
penglebur lara kabeh
usuk-usu ing luhur ingaranan
telehing langit
ya nabi muhammad kang wekasan
iku tutug dalu lawan siang kinajrihan
satru musuh pada wedi
iblis laknat sumingaha
2. SERAT DEWA RUCI
Serat Dewa Ruci karya Sunan kali Jaga yang mengangkat kisah ajaran Dewa Ruci kepada Arya Wrekudara ketika masuk ke dasar samudera, memenuhi tugas gurunya dalam mencari air penghidupan (tirtamerta). Serat Dewa Ruci Kidung ini disampaikan dalam bentuk tembang macapat, dengan bahasa yang sangat halus. Bahasa yang digunakan disesuaikan dengan aliterasi dan asonansi sesuai denga rumus-rumus tembang. Untuk itulah banyak kita temukan bahasa-bahasa yang tidak mudah dipahami karena berasal dari bahasa Kawi, Sanskerta dan Jawa Kuno. Dan meskipun terjemahan ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan perbaikan disana-sini, kiranya tetap dapat berguna untuk pelestarian kebudayaan kita, dan selanjutnya mohon koreksi kepada pembaca yang budiman tentang hal terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
———— Bebukaning Carita ———–
Kidung Dhandhanggula
Arya Sena duk puruhita ring, Dhang Hyang Druna kinen ngulatana, toya ingkang nucekake, marang sariranipun, Arya Sena alias Wrekudara mantuk wewarti, marang negeri Ngamarta, pamit kadang sepuh, sira Prabu Yudistira, kang para ri sadaya nuju marengi, aneng ngarsaning raka.
Artinya :
Arya Sena ketika berguru kepada, Dhang Hyang Druna disuruh mencari, air yang mencyucikan, kepada badannya, Arya Sena alias Wrekudara pulang memberi kabar, kepada negeri Ngamarta, mohon diri kepada kakaknya, yaitu Prabu Ydistira, dan adik-adiknya semua, ketika kebetulan di hadapan kakaknya.
Arya Sena matur ing raka ji, lamun arsa kesah mamprih toya, dening guru piduhe, Sri Darmaputra ngungun amiyarsa aturing ari, cipta lamun bebaya, Sang Nata mangungkung, Dyan Satriya Dananjaya, matur manembah ing raka Sri Narpati, punika tan sakeca.
Artinya :
Arya Sena berkata kepada Kakanda Raja, bahwa ia akan pergi mencari air, dengan petunjuk gurunya, Sri Darmaputra heran mendengar kata adiknya, memikirkan mara bahaya, Sang Raja menjadi berduka, Raden Satriya Dananjaya, berkata sambil meyembah kepada Kanda Raja, bahwa itu tidak baik.
Inggih sampun paduka lilani, rayi tuwan kesahe punika, boten sakeca raose, Nangkula Sadewaku, pan umiring aturireki, watek raka paduka, Ngastina Sang Prabu, karya pangendra sangsara, pasthi Druna ginubel pinrih ngapusi, Pandawa sirnanira.
Artinya :
Sudahlah jangan diizinkan, adinda (Wrekudara) itu pergi rasanya itu tidak baik, Nakula dan Sadewa, juga menyetujui kata-kata Dananjaya, sifat kakanda tuanku, yang tinggal di Ngastina, hanya ingin menjerumuskan ke dalam kesengsaraan, tentu Druna dibujuk agar medustai, demi musnahnya Pandawa.
Arya Sena miyarsa nauri, ingsun masa kenaa den ampah prapteng tiwas ingsun dhewe, wong nedya amrih putus, ing sucine badanireki, Sena sawusnya mojar, kalepat sumebrung, sira Prabu Darmaputra, myang kang rayi tetiga ngungun tan sipi, lir tinebak wong tuna.
Artinya :
Arya Sena mendengar itu lalu menjawab, aku tak mungkin dapat ditipu dan dibunuh, karena ingin mencari kesempurnaan, demi kesucian badan ku ini, setelah berkata begitu, Sena lalu segara pergi, Sang Prabu Darmaputra, dan ketiga adiknya sangat heran, bagaikan kehilangan sesuatu.
Tan winarna kang kari prihatin, kawuwusa Sena lampahira, tanpa wadya among dhewe, mung braja kang tut pungkur, lampah mbener amurang margi, prahara munggeng ngarsa gora reh gumuruh, samya giras wong padesan, ingkang kambuh kaprunggul ndarodog ajrih mendhak ndhepes manembah.
Artinya :
Tak terkisahkan keadaan yang ditinggalkan dalam kesedian, diceritakanlah perjalanan Sena, tanpa kawan hanya sendirian, hanyalah sang petir yang mengikutinya dari belakang, berjalan lurus menentang jalan, angin topan yang menghadang di depan terdengar gemuruh riuh, orang-orang desa bingung, yang bertemu di tengah jalan gemetar katakutan sambil menyembah.
Ana atur segah tan tinolih, langkung adreng prapteng Kurusetra, marga geng kambah lampahe, glising lampahira sru, gapura geng munggul kaeksi, pucak mutyara muncar, saking doh ngenguwung, lir kumembaring baskara, kuneng wau kang lagya lampah neng margi, wuwusen ing Ngastina.
Artinya :
Kesediaan yang sudah disanggupi tak mungkin ditolehnya, sangat kuat tekatnya untuk menuju hutan Kurusetra, jalan besar yang dilaluinya, sungguh cepat jalanya, pintu gerbang tampak dari kejauhan, puncaknya seperti mutiara berbinar-binar, dari jauh seperti pelangi, bagaikan matahari kembar, sampai di sini dulu kisah perjalanan Arya Sena Wrekudara, sekarang dikisahkan keaadaan di negeri Ngastina.
————- Di Negeri Ngastina ————-
Prabu Suyudana animbali, Resi Druna wus prapteng jro pura, nateng Mandraka sarenge, Dipati Karna tumut, myang Santana andeling westi, pan sami tinimbalan, marang jro kadhatun, Dipati ing Sundusena, Jayajatra miwah sang patih Sangkuni, Bisma myang Dursasana.
Artinya :
Prabu Suyudana memanggil, Rsei Druna sudah tiba di dalam istana, bersama Raja Mandaraka, Adipati Karna pun ikut dan sentana/pembesar andalan menumpas bahaya, semua dipanggil, masuk keistana, Adipati dari Sindusena, Jayajatra, Sang Patih Sangkuni, Bisma dan Dursasana.
Raden Suwirya Kurawa sekti, miwah Rahaden Jayasusena, Raden Rikadurjayane, prapteng ngarsa sang prabu, kang pinusthi mrih jayeng jurit, sor sirnaning Pandhawa, ingkang dadya wuwus, ajwa kongsi Bratayuda, yen kenaa ingapus kramaning aris, sirnaning kang Pandhawa.
Raden Suwirya Kurawa yang sakti, dan Raden Jayasusena Raden Rikadurjaya, tiba dihadapan Raja, yang disembah agar menang dalam perang, mengalahkan para Pandawa, yang menjadi dalam pembicaraan, jangan sampai terjadi perang Baratayuda, bila dapat ditipu secara halus, kemusnahan sang Pandawa.
Golong mangkana aturnya sami, Raden Sumarma Suranggakara, anut rempeg samya ture, wau sira sang prabu, Suyudana menggah ing galih, datan pati ngarsakna, ing cidranireki, kagagas kadang nak sanak, lagya eca gunem Wrekudara prapti, dumorojog munggeng pura.
Artinya :
Mereka sepakat, Raden Sumarma Suranggakara, menyetujui semua pembicaraan, demikian Sang Prabu, Suyudana dalam hatinya, tidak begitu dirasakan, tentang kecurangannya, memikirkan saudara dekat, ketika sedang asyik bercakap-cakap Wrekudara datang, terburu-buru masuk ke istana.
Kagyat obah kang samya alinggih, Prabu Duryudana lon ngandika, yayi den kapareng kene, Dyan Wrekudara njujug Dhang Hyang Druna sigra ngabekti, rinangkul jangganira, babo suteng ulun, sira sida ngulatana, tirta ening dadi sucining ngaurip, yen iku ketemua.
Artinya :
Terkejutlah semua yang hadir, Prabu Dryudana berkata pelan, adikku marilah kesini, Raden Wrekudara langsung menghadap Dhang Hyang Druna segera meyembah, dirangkul/dipeluk lehernya, wahai anakku, kau jadi pergi mencari, air jernik untuk menyucikan diri, jika itu telah kau temukan.
Tirta nirmala wisesaning urip, wus kawengku aji kang sampurna, pinunjul ing jagad kabeh, kauban bapa biyung, mulya saking sira nak mami, leluwihing triloka, langgeng ananipun, Arya Sena matur nembah, inggih pundi prenahe kang toya ening, ulun mugi tedahana.
Artinya :
Air suci penghidupan, sudah berarti kau mencapai kesempurnaan, menonjol di antara sesama makhluk, dilindungi ayah ibu, mulia darimu anakku, berada dalam triloka, adanya kekal, Arya Sena berkata sembah, ya dimanakah tempatnya sang air jernih, mohon aku ditunjukkan.
Sayektine yen ulun lampahi, Resi Druna alon wuwusira, adhuh suteng ulun angger, tirta suci nggenipun, pan ing wana Tibrasareki, turuten tuduhingwang, banget parikudu, nucekaken ing badanira, ulatana soring Gadawedaneki, ing wukir Candradimuka.
Artinya :
Sungguh akan kutunjukkan, Resi Druna lirih kata-katanya, aduh anakku tercinta, air suci letaknya, berada di hutan Tibrasara, ikutilah petunjukku, harus diperhatikan, itu akan menyucikan dirimu, carilah di bawah Gandawedana, di gunung Candramuka.
Drungkarana ing wukir-wukir, jroning guwa ing kono nggonira, tirta nirmala yektine, ing nguni-uni durung, ana kang wruh ngone toya di, Arya Bima trustheng tyas, pamit awot santun, mring Druna myang Suyudana, Prabu ing Ngastina, angandika aris, Yayi Mas den prayitna.
Artinya :
Carilah di gunung-gunung, di dalam gua gua di situlah letaknya, air suci yang sesungguhnya, di masa lalu belum ada yang tahu tempatnya, Arya Bima gembira hatinya, mohon diri sambil meyembah, kepada Druna dan Suyudana, Prabu di Ngastina, berkata pelan, berhati-hatilah adikku.
Bok kasasar nggonira ngulati, saking ewuhe panggonanira, Arya Sena lon wuwuse, nora pepeka ingsun, anglakoni tuduh sang Yogi, Bima gya pamit medal, lajeng lampahipun, kang maksih aneng jro pura, samya mesem nateng Mandraka nglingnya ris, kaya paran solahnya.
Artinya :
Jangan sampai tersesat dalam usaha mencari, oleh sulitnya letak air suci itu, Arya Sena menjawab pelan, aku tidak akan mengalami kesulitan, dalam menjalankan petunjuk sang guru. Bima segera mohon diri keluar, melanjutkan perjalanan, yang masih tinggal di dalam istana, semua terseyum, Raja Mandaraka berkata lirih, bagaimana caranya ia memperoleh air itu.
Gunung Candradimuka guwaneki, dene kanggonan reksasa krura, kagir-giri gedhene, pasthi yen lebur tempur, ditya kalih pangawak wukir, tan ana wani ngambah, sadaya gumuyu, ngrasantuk upayanira, sukan-sukan boga andrawina menuhi, kuneng wau kocapa.
Artinya :
Gunung Candramuka dan guanya, di situ tinggal raksasa yang sangat menakutkan sangat besar, tentu akan hancur lebur, dua raksasa serupa gunung, tak ada yang berani melawan, semuanya tertawa, merasa berhasil tipu muslihatnya, bersuka ria pesta makan-minum sepuas-puanya, berganti yang dikisahkan.
———- Di Gunung Candramuka ———-
Arya Sena lajeng lampahneki, prapteng wana langkung sukaning tyas, tirta ning pangupayane, saking tuduhing guru, tan anyipta upaya sandi, bebaya geng den ambah, tyasira mung ketung, kacaryan dennya ngupaya, kang tirta ning aneng Candradimuka wukir, marga sengkeng den ambah.
Artinya :
Arya Sena terus berjalan, sampai dihutan hatinya sangat gembira, air jernih yang dicari, dari petunjuk gurunya, tak mengira bahwa itu semua muslihat, bahaya besar ditempuhnya, hatinya hanya memperhitungkan, dengan gembira ia mencari, si air jernih di gunung Candramuka, jalan sulit ditempuhnya.
Jurang pereng runggut kang mandri, sato wana bubar kang katrajang, andanu sungsam lan banteng, amung wanara lutung, neng pang wreksa sangsaya mencit, lampahe Wrekudara, mawa braja lesus, kathah pang wreksa kapapral, para wiku lan ajar manguyu cantrik, kang tapa neng pratapan.
Artinya :
Jurang curam dan lebatnya hutan, satwa bercerai berai diterjangnya, kerbau kijang dan banteng, hanya kera dipucuk pohon yang semakin memanjat tinggi, perjalanan Wrekudara, bersama petir dan badai, banyak cabang pohon yang patah, para pendeta dan murid-muridnya yang sedang bertapa di pertapaan.
Tilar dhepok pra samya angungsi, saking giris myat bjra ruhara, cipta yen gara-garane, Sang Hyang Bayu tumurun, wau Sena lapahireki, pratapan kang kamargan, sri panjrah maweh rum, abra kang ptra mbalasah, kang cepaka angsana lan gandasuli, argulo nagapuspa.
Artinya ;
Meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengungsi, karena takut kepada petir dan keributan, mengira bahwa menimbulkan gara-gara adalah Sang Hyang Bayu yang turun dari kahyangan, perjalanan Sena tersebut, melewati pertapaan membawa bau harum dimana-mana, bersinarlah daun-daun yang berserakan, bunga cempaka, angsana dan gandasuli, argula dan nagapuspa.
Kathah mekar myang gambir malati, patraping wiku kang tinilar, tumiling tiling istane, nambrana kang lelaku, bramara reh manguswa sami, anglir karunanira, sih margeng malat kung, ingkang lelampah ngupaya, kang toya ning nuju surya nengahi, gumyus riwe Sang Bima.
Artinya :
Banyak yang mekar dan gambir melati, pertapaan yang ditinggalkan, serupa kelihatan condong, menyambut yang sedang melakukan perjalanan, kumbang-kumbang yang hidup, bagaikan bersedih hatinya, memberi jalan sehingga menyebabkan suasana duka, orang yang sedang melakukan perjalanan mencari, si air jernih ketika sang surya sedang di puncak ubun-ubun, keringatnya berlelehan.
Sangsaya dres bayu braja tarik, Sena Saya sengkut lampahira, surem baskara sunare, saking dres bajra bayu, saking genge garanireki, wreksa sol kaparapal, brungkat, samya rubuh, ajar-ajar kapalajar, kuteteran wiku resi kang udani, methuk atur sesegah.
Artinya :
Semakin kencang sang bayu dan petir mendorongnya, Sena semakin cepat melangkah, matahari bersinar suram, oleh deras arus angin dan petir, oleh besarnya dorongan, pohon-pohon tumbang dan patah bersama akarnya, murid-murid padepokan berlarian, bingunglah para pendeta yang melihat, menyambut dengan memberi sajian secukupnya.
Nanging aturira tan tinolih, Arya Sena pan lajeng kewala, pan maksih njujur lampahe, samana prapta sampun, Candramuka guwaning wukir, sela-sela binubak, binuwangan gupuh, sanget denira ngupaya, tirta maya ingubres datan kapanggih, arya Sena sangsaya.
Artinya :
Tetapi kata-katanya tidak diperhatikan, Arya Sena terus berjalan, dengan berjalan lurus, setelah sampai di gua gunung Candramuka, bebatuan disingkirkan, dengan sungguh-sungguh ia mencari, air maya dicari tidak ada, Arya Sena semakin.
Apan sanget denira ngulati, tirta maya kang guwa binubrah padhang tan ana tandhane, tirta maya nggenipun, jroning guwa den osak-asik, saya lajeng manengah, Sena lampahipun, denira ngulati toya, kang tirta ning kuning kang lagya ngulati, wau wonten winarna.
Artinya :
Bersungguh-sungguh dalam mencari, air maya dalam gua yang sudah dirusak sehingga tampak terang benderang tanpa tanda-tanda, tempat air maya, dalam gua diobrak-abrik, semakin menuju ke tengah, Sena berjalan, dalam usaha mencari air, sang air jernih, lain yang diceritakan orang yang sedang mencari itu, ada yang akan diceritakan lagi.
———- Rukmuka dan Rukmakala ———-
Ingkang aneng jroning guwa nenggih, ditya Rukmuka lan Rukmakala, kagyat miyarsa swarane, gugragira kang gunung, pambubrahing guwa kang jawi, gora reh bayu bajra, lawan ngugas mambu, gandane janma manusa, wil Rukmuka kroda kadgadeng ajurit, lan ditya Rukmakala.
Artinya :
Yang sedang di dalam gua, raksasa Rukmuka dan Rukmakala, terkejut mendengar suara, kegoncangan gunung, rusaknya gua di bagian luar, riuh terdengar angin dan petir, jelas ada bau sesuatu, bau manusia, raksasa itu bergerak siap bertempur, raksasa Rukmakala.
Krura angrik nggero nggegirisi, ditya kalih sareng dennya medal, ngegilani ing tandange, lir Hyang Kala tumurun, duk krodarsa ambedhol bumi, nandher nubruk solahnya, prapteng njawi ndulu, manusa sawiji ingkang, mbubrah guwa bramantyanira tan sipi, wong ngendi iki baya.
Artinya :
Berteriak dan mengeram menakutkan, kedua raksasa ketika keluar, gerak-geriknya menakutkan, bagaikan san Hyang Kala yang turun dari langit, ketika marah akan mencabut bumi, menyebar dan menerkam geraknya, sesampai di luar melihat, manusia seorang yang, merusak gua kemarahannya meledak-ledak, orang dari manakah gerangan.
Pan angrusak ing panggonan mami, tan wurung sun tadhah tara masa, ditya kekalih nulyage denira nandher nubruk, Arya Sena kagyat ningali, ditya kalih praptanya, asru dennya muwus heh ditya nedya sikara, praptaningsun nut tuduhe guru mami, ngupaya tirta wuntat.
Artinya :
Yeng dengan berani merusak tempat tinggalku, tak pelak ia akan menjadi santapanku, kedua raksasa segera menyambar dan menerkam, Arya Sena terkejut melihatnya, akan kedua raksasa yang baru tiba itu, dengan keras ia berkata, wahai raksasa yang akan menganggu, kedatanganku mengikuti petunjuk guruku, mencari air suci.
Kidung Pangkur
Praptamu nedya sikara, nora wurung karasa ngasta mami, ditya kekalih gya naut, Rukmuka Rukmakala, pan sarya nggro Dyan Wrekudara tinubruk, kinerah gulu iringnya, ginilut ing kanan kering.
Artinya :
Kedatanganmu akan mengganggu, tak pelak tentu akan menerima tamparanku, kedua raksasa segera menyahut, Rukmuka dan Rukmakala, sambil menggeram mereka menerkam Wrekudara, mengigit leher samping, dikeroyok kanan kiri.
Panggeh Raden Wrekudara, jangganira kinerah datan gingsir, kinemah ginilut-gilut, jangganira tan pasah, Wrekudara tan tahan denira mambu, wil amis bacin gandanya, krodha kadgadeng ajurit.
Artinya :
Raden Wrekudara tetap tangguh, lehernya digigit tidak apa-apa, dikunyah digulat tidak mempan, Wrekudara tidak tahan memcium bau, raksasa yang anyir dan bacin, murka dengan terampil bertempur.
Dinuwa ditya kalihnya, gya cinandhak astane kanan kering, binanting sela maledhug, sumyur bangke kailhnya, wil Rukmuka lan Rukmakala wus lampus, ruwat ing cintrakanira, wil iku jawata kalih.
Artinya :
Ditendang kedua raksasa itu, segera ditangkap dengan kedua tangan, dibanting ke atas batu dan meledak, hancurlah bangkai kedua raksasa, raksasa Rulmuka dan Rukmakala telah tewas, terlepaslah penderitaannya, raksasa itu sebenarnay adalah dua dewa.
Kena ing papa cintraka, Endra Bayu dinukan Hyang Pramesthi, dadya ditya kalihipun, neng guwa Candramuka, Arya Sena sasirnane mengsahipun, sigra guwa binalengkrah, toya tan ana kaeksi.
Artinya :
Terkena kutukan, Endra dan Bayu dimarahi Hyang Pramesthi, menjadi raksasa keduanya, tinggal di gua Candramuka, setelah kedua musuhnya sirna, segera gua itu dirusaknya, namun air tidak juga ditemukan.
Sadangunira ngupaya, jroning guwa bubrah den obrak-abrik, sayah kesaput ing dalu, ngadeg soring mandhira, giyuh ing tyas denira ngupaya banyu, tan antara Arya Sena, miyarsa swara dumeling.
Artinya :
Selama mencari, dalam gua rusak berat diobrak-abrik, leleh menyambut malam, berdiri dibawah pohon beringin, bersedih hatinya mencari sang air, tak berapa lama Arya Sena, mendengar suara yang bergema.
———- Hyang Endra dan Hyang Bayu ———-
Tan katon kang duwe swara, babo putuningsun liwat kaswasih, ngupaya nora ketemu, tan antuk tuduh nyata, ing prenahe kang sira ulati iku, kasangsara solahira, Wrekudara duk miyarsi.
Artinya ;
Tak tampak yang bersuara, wahai cucuku yang sangat bersedih, mencari tidak menjumpai, tidak mendapat bimbingan yang nyata, tentang tempat benda yang kaucari itu, sungguh menderita dirimu, Wrekudara ketika mendengarnya.
Nauri sinten kang swara, dene boten katinggal marang mami, punapa yun ngambil tuwuh, atur kula sumangga, suka pejah tan antuk ngulati banyu, kang swara gumujeng suka, yen sira tambuh ing kami.
Artinya :
Menjawab siapa yang bersuara itu, karena tidak kelihatan olehku, apakah ingin membunuhku, mari kupersilahkan, lebih baik mati daripada tidak tidak mendapatkan air yang kucari, suara itu tertawa senang, bila kau pura-pura tidak tahu kepadaku.
Sira duk mateni buta, iya ingsun padha jawata kalih, keneng cintraka Hyang Guru, temah sira kang ngruwat, ingsun Sang Hyang Endra lan Bathara Bayu, duk ditya Si Rukmakala, lawan Rukmuka ran mami.
Artinya :
Kau ketika membunuh raksasa, ya kami inilah dua dewa, yang terkena marah Hyang Guru, akhirnya kau yang melepaskan kesusahanku, kami Sang Hyang Endra dan Bathara Bayu, san Rukmakala dan Rukmaka nama kami.
Sira angulati toya, pituduhe Druna marang sireki, nyata yen ana satuhu, kang Maosadi tirta, nanging dudu ing kene panggonanipun, sira balia astana, enggone ingkang sayekti.
Artinya :
Kau mencari air, petunjuk Druna kepadamu itu, nyata memang benar-benar ada, sang air penghidupan, tetapi bukan disini tempatnya, kau kembalilah ke Astina, yang merupakan tempatnya yang nyata.
———- Di Nagara Ngastina ———-
Wrekudara duk miyarsa, kendel saking wagugen tyasireki, tan antara gya sumebrung, mantuk marang Ngastina, tan winarna ing marga praja wus rawuh, pendhak ing dina samana, nuju Prabu Kurupati.
Artinya :
Wrekudra kektika mendengar, berhenti dari kebingungan hatinya, tak lama ia segera pergi, pulang ke negeri Ngastina, tak diceritakan keaadaannya dalam perjalanan, sudah sampai di istana, pada waktu itu, Sang Prabu Kurupati.
Pepakan lunggyeng pandapa, Resi Druna Bisma lawan Sang Aji, Mandraka Sri Salya Prabu, Sangkuni Kyana Patya, pepak sagung Kurawa sumiweng ngayun, Sindukala lan Sudarma, Suranggakala lan malih.
Artinya :
Lengkap duduk diserambi muka, Resi Drna Bisma dan sang Raja, Raja Mandaraka Prabu Salya, Patih Arya Sangkuni, lengkap bala Kurawa menghadap dimuka sang raja, Sindukala dan ayahanda, Suranggakala dan lainnya.
Kuwirya Rikadurjaya, lawan Jayasusena munggeng ngarsi, kagyat wau praptanipun, Dyan Arya Wrekudara, samya mbagekaken mring kang lagya rawuh, babo ariningsun Sena, antuk karya sun watawis.
Artinya :
Kuwirya Rikadurjaya, dan Jayasusena duduk di depan, terkejut melihat kedatangan, Raden Wrekudara, mereka mempersilakan orang yang baru datang itu, wahai adikku Sena, berhasilkah kau menunaikan tugasmu.
Yayi sun ngempek kewala, praptanira sayekti antuk kardi, Resi Druna lon sumambung, paran ta lakunira, Wrekudara umatur datan kapangguh, nggoning wukir Candramuka, mung ditya kalih kapanggih.
Artinya :
Adikku aku hanya ingin bertanya, kedatanganmu tentu membawa hasil, Resi Druna menyambung lirih, bagaimana hasilmu, Wrekudara menjawab bahwa tidak berhasil, di gunung Candramuka, hanya dua raksasa yang ditemuinya.
Rukmuka lan Rukmakala, sampun sirna kalih kawula banting dening ditya mamrih lampus, sikara mring kawula, jroning guwa ngong balingkrah tak kapangguh, paduka tuduh kang nyata, sampun amindho gaweni.
Artinya :
Rukmuka dan Rukmakala, telah kubanting agar lekas berhenti menggangguku, di dalam gua semua kacau balau tetap tidak kutemukan, paduka harus memberi petunjuk yang jelas, sehingga tidak perlu mengulang seperti ini.
Dhang Hyang Druna ngrangkul sigra, babo sira kang lagi sun ayoni, temen nut tuduhing guru, mengko wus kalampahan, nora mengeng ngantepi pituduhingsun, ing mengko sun warah sira, enggone ingkang sayekti.
Artinya :
Dhang Hyang Druna segera memeluk, wahai kau yang sedang kuuji, sungguh mau mengikuti petunjuk gurumu, kkini telah terbukti, tidak menolak dalam melaksanakan perintahku, sekarang kuberi petunjuk, tentang letak yang sebenarnya.
Iya ing theleng samodra, yen sirestu nggeguru marang mami, manjinga mring samodra gung, Arya Sena turira, sampun menggah manjing theleng samodra gung, wontena nginggiling swarga, myang dasar kasapti bumi.
Artinya :
Yaitu di tengah samudera, jika sungguh kau akan berguru kepadaku, masuklah ke dalam samudra luas itu, Arya sena menjawab, jangankan masuk ke dalam lautan, di puncak surga pun, dan di dasar bumi ketujuh.
Masa ajriha palastra, tuduh paduka yekti, Druna mojar iya kulup, yen iku ketemua, bapa kakinira kang wus padha lampus, besuk uripe neng sira, lan sira punjul ing bumi.
Artinya :
Tak mungkin takut, melaksanakan petunjuk paduka yang benar, Druna berkata ya anakku, jika itu kau temuka, orang tua dan kakekmu yang sudah mati, kelak hidupnya ada padamu, dan kau akan menonjol di dunia ini.
Tan ana aji tumama, sirna kasor kawengku ing sireku, Sri Duryudana sumambung, dhuh Sena ariningwang, kaya paran praptikelira dalanggung, dene laku luwih gawat, prenahe kang tirta ening.
Artinya :
Tak ada senjata yang mampu melukai, lebur dan kalah olehmu, Sri Duryudana menyambung, wahai Sena adikki, bagaimana caramu menempuh perjalanan, karena perjalan itu lebih gawat, tentang letak air jernih itu.
Aja sira kaya bocah, den prayeitna Wrekudara nauri, Heh Kuru pati wak ingsun, srahene ing Jawata, aywa malang tumulih lilakna tuhu, aja nggarantes tyasira, paribara sun basuki.
Artinya :
Janganlah kau seperti anak kecil, berhati-hatilah, Wrekudara menjawab, hai Kurupati diriku ini kuserahkan kepada dewata, janganlah kau ragukan, relakan daku, jangan sedih hatimu, tentu aku akan selamat sampai tujuan.
Ya yayi muga antuka, lakunira pitulunging dewa Di, Arya Sena pamit sampun, mring Druna lang Sang Nata, ing Ngastina wusnya pamit gya sumebut, medal sapraptaning jaba, nedya umantuk rumiyin.
Artinya :
Ya adikku semoga berhasil, langkah-langkahmu mendapat restu dari dewa yang agung, Arya Sena mohon diri, kepada Druna dan sang raja, di Ngastina esudah itu ia segera pergi, keluar dari istana, untuk pulang lebih dahulu.
Matur ingkang raka Ngamarta, kuneng Wrekudara lampahe prapti, ya ta wau kang winuwus, nenggih nagri Ngamarta, saankate Wrekudara kesahipun, dene tan kena ingampah, marmanya dhahat prihatin.
Artinya :
Lapor kepada Raja Ngamarta, ganti yang dikisahkan, Wrekudara sudah sampai, itulah yang dikisahkan, tentang negeri Ngamarta, sepeninggal Wrekudara, yang tidak dapat dicegah sehingga menimbulkan kesedihan mendalam.
Sira Prabu Darmaputra, miwah Dananjaya lan ari kalih saputra sagarwanipun, prihatin tyas sumelang, dadya rembag atur uninga puniku, saking sungkawaning driya, marang Prabu Harimurti.
Artinya :
Prabu Darmaputra, dan Sang Dananjaya dengan adiknya berdua beserta anak istrinya, prihatin hatinya khawatir, menjadikan pembicaraan yang menjelaskan hal itu, oleh kesedihan hatinya, kepada sang Prabu Harimurti.
Mesat caraka Ngamarta, mawi serat ing marga tan winarni, prateng Dwarawati sampun, serat katur sang nata, wus binuka sinuksmeng sajroning kalbu, kagyat nggarijiteng wardaya, sira Prabu Harimurti.
Artinya :
Pergilah seorang utusan Ngamarta, membawa surat dalam perjalanan tidak dikisahkan, sudah sampai di Dwarawati, surat itu disampaikan kepada sang raja, sudah dibuka dan diresapkan kedalam hati, sangat terkejut hati sang raja Prabu Harimurti.
Dhahat tan sakeca ing tyas, gya ngundangi budhal wadya sang aji, wadya lampahe kasusu, ing marga tan winarna, lampahira Sri Kresna Ngamarta rawuh, katur Prabu Yudhistira, gya methuk lawan parari.
Artinya :
Sangatlah tidak enak hatinya, segera memerintahkan untuk pergi ke Ngamarta beserta bala pasukan, pasukan itu berangkat tergesa-gesa, di dalam perjalanan tidak dikisahkan, sang Harimurti sudah sampai di Ngamarta, menghadap sang Ydhistira, lekas menyambut bersama adik-adiknya.
Prapteng pura tata lenggah, Dananjaya lan kang rayi ngabekti, Prabu Darmaputra Yudhistira matur, Sena sesolahira, purwa madya wasana pan sampun katur, miyarsa ngungun ing driya, sira Prabu Harimurti.
Artinya :
Masuk istana dipersilahkan duduk, Dananjaya dan adiknya menghaturkan sembah, Prabu Darmaputra Yudhistira berkata, tentang Sena dan tingkahnya, sejak awal tengah dan akhir semua disampaikan, yang mendengarkannya heran dalam hati, yaitu sang Prabu Harimurti.
Wasana andikanira, yayi Prabu sampun sungkaweng galih, solahe arineriku, Wrekudara denira, ngruruh tirta ening sayekti ingapus, tingkahe Kurawa cidra, pasrahna Jawata Di.
Artinya :
Kemudian katanya, Dinda Prabu janganlah bersedih hati, tingkah adik kita, Wrekudara dalam usahanya mencari air suci jernih sesungguhnya ditipu, oleh para Kurawa yang curang, serahkanlah saja kepada dewata yang agung.
Wong nedya puruhita, ujar becik upama den lampahi, santosa ing bathara gung, ingkang nedya bencana, boten wande manggih wewales ing pungkur, matur Prabu Yudhistira, mila kula Jeng Kaka Ji.
Artinya :
Orang yang ingin mengabdi, kata-kata yang baik itu harus dijalankan, yakin kepada dewata yang agung, yang akan menjatuhkan bencana, kelak tentu akan mendapatkan balasan, berkata prabu Yudhistira, maka saya ini kakanda.
Nunten ngaturi uninga, mring paduka pun Sena lampahneki, yen tan nunten praptanipun, kula lan rayi tuwan, Madukara ngulati ing purugipun, tan liyan mung nyuwun pitedah, paduka den lampahi.
Artinya :
Kemudian segera memberi kabar, kepada paduka tentang tingkah Sena itu, jika tidak lekas datang, saya dan adik yang lain dari Madukara akan mencari ke mana perginya, tak lain hanya minta petunjuk paduka untuk kami laksanakan.
Lagyega imbal wacana, pan kasaru Sena praptanireki, prabu kalih sigra ngrangkul, langkung trusthaning driya, Dananjaya lan Nangkula Sadewaku, Dyan Pancawala Sumbadra, aretna Drupadi Srikandi.
Artinya :
Ketika sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Sena, dua raja itu segera memeluk Sena, hati mereka sangat gembira, Dananjaya dan Nakula Sadewa, Raden Pancawala dan Sembadra, Retna Drupadi dengan Srkandi.
Putra ri ngabekti samya, angandika sang prabu Harimurti, inggih ndaweg yayi prabu, sami suka bujana, sigra Arya Wrekudara aturipun ywa susah nganggo bujana, pan ingsun nora ngenteni.
Artinya :
Putra dan adik-adik mengabdi mengahturkan sembah semuanya, berkata sang prabu Harimurti, mari kita berpesta dan bersenang-senang, segera Arya Wrekudara menjawab, tak usah berpesta pora, aku tidak akan menantikannya.
Marang wong suka bujana, praptaningsun mung nedya tur udani, yen wis pamit bali ingsun, miwah mring sira Kresna, pan kapareng prapta manira angung wruh, arsa mring theleng samodra, ngupaya sinom tirta di.
Artinya :
Kepada orang yang suka berpesta, kedatanganku hanya ingin memberi kabar, nahwa aku sudah mohon diri kepada kalian, dan kepadamu Kresna, kedanganku hanya ingin memberi tahu, aku akan ke tengah samudera, mencari air suci.
Kidung Sinom
Pituduhe Dhang Hyang Druna, angulati Banyu Urip, nggone neng theleng samodra, iku arsa sun ulati, matur kang para ari dhuh kakangmas sampun-sampun, punika dede lampah, tan pantes dipun lampahi, duk miyarsa njethung Prabu Ydhistira.
Artinya :
Petunjuk Dhang Hyang Druna, mencari air penghidupan, tempatnya di pusat samudera, itu akan kucari, berkatalah adik-adik Sena, duh kakanda jangan lakukan, itu bukan tugas, tidak patut dilaksanakan, mendengar itu diamlah Prabu Yudhistira.
Wusana alon turira, mring raka Sri Harimurti, paran ing karsa paduka, pun Sena aturireki, tan kenging den palangi, Sri Kresna kendel tan muwus, langkung pangungunira, bunek ing tyas tan nauri, ing ature kang rayi Sri Yudhistira.
Artinya :
Kemudian katanya pelan, kepada kakanda Sri Harimurti, bagaimana kehendak paduka, demikian kehendak Sena, tidak dapat dihalang-halangi, Sri Kresna diam tak dapat berkata-kata, sangat heran dia, bingung dalam hatinya tak dapat menjawab pertanyaan sang Yudhistira.
Sigra Prabu Ydhistira Darmaputra, tumengkul marang kang rayi, Parta Nangkula Sadewa nungkemi pada anangis, Dyan Pancawala tuwin, Sumbadra Srikandi muwun, samya nggubel aturnya, miwah Prabu Harimurti, andrewili pitutur mring Arya Sena.
Artinya :
Segera Sang Prabu Yudhistira, menoleh kepda adinda, Parta Nakula dan Sdewa menyembah dan mencium kaki sambil menangis, Raden Pancawala dan, Sumbadra Srikandi menangis pula, semua meminta dengan paksa, dan Prabu Harimurti masih memberikan nasihat kepada Arya Sena.
Sena tan kena ingampah, tan keguh ginubel tangis, Dananjaya nyepeng asta, ari kalih suku kalih, [an sarwi lara nangis, Sri Kresna tansah pitutur, Srikandi lan Sumbadra, kang samya nggubel nangisi, kinipatken sadaya sami kaplesat.
Artinya :
Sena tidak dapat ditahan-tahan lagi, tak goyah dikungkung oleh tangis, Dananjaya memegangi tangan, dua adik lain memegangi kedua kakinya, dan sambil menangis mengiba-iba, Sri Kresna selalu menasihati, Srikandi dan sumbadra, yang masih tetap menangis dan menghalang-halangi, dikibaskan semua terlempar.
Meksa mberot Wrekudara, datan kena den gujengi, ngitar lampahe wus tebah, kadya tinilar ngemasi, Parta lan ari kalih, arsa sumusul tutu pungkur, ajrih pangampihira, kang raka Sri Harimurti, dadya kendel sadaya wayang-wuyungan.
Artinya :
Wrekudara tak dapat dipegangi, cepat langkahnya sudah jauh, yang tinggal bersedih bagaikan mati, Parta dan kedua adiknya, akan menyusul mengikuti di belakangnya, takut menemui rintangan atas kaknya, Sri Harimurti, menjadi terdiam semua kebingungan.
Saenggon-enggon karuna, sagung santana jalwestri, satriya ngadhep neng ngarsa, sira prabu Harimurti, tan pegat mituturi, kang rayi pra samya ndheku, dadya Sri Padmanaba, makuwon aneng jro puri, kawuwusa wau kang adreng ing lampah.
Artinya :
Di setiap tempat terdengar tangisan, semua sentana lelaki perempuan, satria menghadap di muka, Sang Prabu Harimurti, tak henti-hentinya menasihati, adik-adik semua terdiam dan khidmad, jadilah sang Padmanaba, tinggal di dalam istana, dikisahkanlah yang sedang dalam perjalanan.
———- Keindahan Pemandangan Yang Terlihat ———-
Lajeng dhedher Arya Sena, wus tebih manjing wanadri, tan kestri durgameng hawan, tan ana bebaya kesthi, sagung wong tepis iring, pra samya gawok angrungu, lampahe Arya Bima, lir naga krura ngajrihi, anrang baya amrih tuduhing ngagesang.
Artinya :
Semakin jauh perjalanan Arya Sena, sudah masuk kedalam hutan, tak terpikir bahaya diperjalanan, tak ada bahaya dilihatnya, orang-orang yang ditinggal di perbatasan, semua heran mendengarnya, perjalanan Arya Sena, bagaikan naga yang sangat menakutkan, menyerang bahaya agar tercapai tujuan hidupnya.
Kakayon katut maruta, pang kaprapal ngangin-angin, lir ngatag kang sekar mekar, samirana awor riris awor riris, panjrahing sarwa sari, kang riris pan marbuk arum, kumuning jangga sumyar, angsana pudhak kasilir, kinon katon lir wentis kasisan sinjang.
Artinya :
Pepohonan terhanyut oleh angin, cabang patah oleh angin, bagaikan memaksa bunga-bunga untuk mekar, angin bertiup tersebar berbunga, gerimis dengan semerbak harum, tampak kuning dengan leher yang bersinar, bunga pudak bergoyang-goyong, tampak bagaikan betis tertiup kain kebaya.
Seje tibra ganing driya, sahira saking nagari, cunggeren ret mawurahan, lir napa marang sang Branti, merak munya neng wuri, barung lawan peksi cucur, lir ngaturi wangsula, kidang wangsul saking ngarsi, kadya srune napa sangsayeng wardaya.
Artinya :
Lain kesedihan yang dirasakan, kepergian dari negerinya, babi hutan gelisah, bagaikan bertanya kepada Arya Sena, merak bersuara dibelakangnya, bersahutan dengan burung cucur, seolah-olah mengajak pulang, kijang pulang dari hadapannya, bagaikan memendam kesedian yang dalam.
Resres munya asauran, yayah kadya anauri, bebeluk myang dares munya, anamber-namber wiyati, kadya ngadhangi margi, wangsula ri sang Malat Kung, kungkang neng rong kalintang, amarah upaya sandi, yen dursila tanduking karti sampeka.
Artinya :
Capung bersuara bersahut-sahutan, seolah-olah seperti menjawab, burung hantu dan burung dares bersuara, menyambar-nyambar di udara, bagaikan mengahalangi jalan, kembalilah Sang Malat Kung, kodok di dalam liangnya, memohon dengan sangat bahwa itu hanya kecurangan, merupakan ulah orang-orang yang berbuat jahat.
Diwasaning diwangkara, titi sunya tengah wengi, gedasih munya sauran, musthikeng ganeya muni, mangun anggeng saliring, kadya sung warah mring lampus, upaya Dhang Hyang Druna, tan tuhu amrih basuki, mawa kamandaka durgamaning hawan.
Artinya :
Pada waktu itu sang matahari, tidak muncul karena tengah malam, burung kedasih bersuara bersahutan, mustika ganeya pun bernyanyi, menciptakan dengung di sekitarnya, seolah-olah menyarankan akan mati, perintah Dhang Hyang Druna, tidak menuju keselamatan, dengan kata-kata yang penuh bahaya dalam perjalanan.
Suwenda sekaring asta, ri ana Sang Hyang Bayeki, anut ujunging aldaka, denira lumampah aris, purwa ima rekteki, sirat-sirat wus kadulu, wismane Sang Haruna, manitih ing jalanidhi, keksi praba Sang Maharsi Dipaningrat.
Artinya :
Kuku hiasan jari-jarinya, yang diperoleh dari Hyang Bayu, menurut ujung gunung, langkahnya pelan-pelan, dikawal awan putih, dari jauh kelihatan, tempat tinggal sang Dewa Haruna (Dewa Matahari), berjalan di atas air laut, tampak sorot Sang Maharesi Dipaningrat.
Ana ri kang pasi wijah, anyengak-nyengak sru muni, sasmita kinen wangsula, mring sang kasangsayeng ragi, sata wana munyajrit, wewarah mring Sang Moneng Kung, angambah wanapringga, kungas tepining udadi, alun adres gumulung menempuh parang.
Artinya :
Ada seekar burung yang tampak, bersuara keras dan bernyanyi-nyanyi, memberi isyarat supaya lekas kembali, kepada yang menderita dalam perjalanan, hewan-hewan hutan menjerit-jerit, memberi isyarat kepada yang sedang berduka, melewati hutan lebat berbahaya, tampak tepi laut, ombak bergulung-gulung menerpa karang.
Sumyak lir suraking aprang, mrepek sangsaya kaeksi, karang munggul kawistara, dan awun-awun nawengi, ana kang kadi esthi, karang mengo liman ajrum, Wrekudara wus prapta, ngadeg neng tepining tasik, mangu-mangu mulat tepining udaya.
Artinya :
Riuh bagaikan sorak-sorai peperangan semakin dekat semakin tampak, karang menyembul, dan ombak-ombak itu melindungi, ada yang bagaikan gajah, yang menoleh dan emndekam, Wrekudara sudah sampai, berdiri di tepi laut, ragu-ragu menatap tepi laut itu.
Kang ombak ngembang galagah, panduking parang mangsuli, lir nambrama ingkang prapta, ngaturi wangsulireki, palimarma mring kang kang Prapti, yen ingapus lampahe manjing samodro.
Artinya :
Sang ombak bagaikan bunga gelagah, menggempur batu karang, bagaikan menyambut yang baru datang, menyarankan untuk kembali saja, topan datang juga, suaranya riuh menggelegar, ombak bergulung-gulung, tampak kasihan kepada yang baru datang, bahwa ia ditipu agar masuk ke dalam samudera.
Druna ujar ngamandaka, tuduhira tan sayekti tan sayekti, Sena yen wangsula merang ing guru Sang Maha Resi, suka matiyeng tasik, mangkana wau andulu, palwa awarna-warna, kumerab ing jalanidhi, ting karetap kang layar pating samburat.
Artinya :
Druna memberi petunjuk yang sesat, petunjuknya tidak benar, Sena tidak ingin pulang menentang sang Maharesi, lebih baik mati di tepi laut, demikianlah ia melihat, berbagai bentuk perahu, berbondong-bondong di atas lautan, bercahaya dengan layar yang berkembang.
Ting salebar lampahira, kang palwa sawiji-wiji, nanging tan ana kang misah, dulur maksih lampah tunggil, nangkoda samya grami, samya ngetan purugipun, dangu Sang Arya Sena, miyat kang palwa lumaris, ngunandika paran mengko lakuningwang.
Artinya :
Menyebar laju perjalanannya, setiap perahu satu persatu, tapi tidak ada yang memisahkan diri, bersaudara masih menyatu, nakoda kapal semua mengangkut dagangan, berlayar ke timur, lama Arya Sena, melihat kapal-kapal itu lewat, berkata dalam hati bagaimana caraku nanti.
Manjing jro theleng samodra, angupaya Banyu Urip, mangkana ingsun nora bisa, umanjing sajroning warih, kayaa si Pamadi, bisa manjing jroning banyu, silulup katon padhang, tan pae dharatan sami, Wrekudara dangu dennya ngunandika.
Artinya :
Masuk ke dasar samudera, mencari air penghidupan, padahal aku tidak mampu masuk ke dalam air, seandainya seperti Pamadi, mampu masuk kedalam air, menyelam tampak terang, tak berbeda dengan di atas daratan, lama Wrekudara berkata-kata dalam hati.
Wasana mupus ing driya, rehning atur wus nanggupi, marang Sang Pandhita Druna, tuwin Prabu Kurupati, dennya ngupaya nenggeh, ingkang Tirta Kamandanu, manjing theleng samodra, Sena tyasira tan gingsir, lara pati pan wus karsaning Jawata.
Artinya :
Akhirnya ia berpasrah diri, karena sudah menyatakan kesanggupan, kepada Sang Pandhita Druna, dan Prabu Kurupati, dalam mencari itu, Sang Tirta Kamandanu, masuk kedasar samudera, hati Sena tidak merasa takut, sakit dan mati memang sudah kehendak Dewata yang agung.
Lengleng mulat ing udaya, rencakaning tyas kalingling, nglanggut datan pawatesan, Sang Moneng lir tugu manik, alun geng nggegirisi, langgeng agolong gumulung, toya mundur angalang, kekisik wingkisi, wedinira lir kekisi sekar mekar.
Artinya :
Dengan suka cita ia memandang laut, kesedihan hatinya sudah terkikis, menerawang tanpa batas, Sang Moneng bagaikan tugu batu, ombak besar menakutkan, terus menerus bergulung-gulung, air mundur menhalangi, tampak tanah pantai menyembul, ketakutannya bagaikan gulungan bunga yang mekar.
Sangsangira lembak-lembek, lircemara uwal saking, ukeling dyah sinjang lukar, tan wus ucapen ing tulis, isen-isen jaladri pira-pira langenipun, raras rume jro toya, panjang yen winarna kawi, kurang papan maksih luwih kang carita.
Artinya :
Rambunya mengombak-ombak, bagaikan rambut sambunganyang terlepas dari ikatannya, tak dapat dikatan dalam tulisan, isi laut beberapa keindahan yang tampak, keindahan dalam air itu, panjang bila diceritakan.
———- Wrekudara Mencebur ke Laut ———-
Wau Arya Wrekudara, andangu dennya ningali, langen warnaning samodra, sawusnya mangkana nuli, amusthi tyasireki, ing bebaya tan kaentung, kalamun tan manggiha,ingkang Tirta Maya Ening, Tirta Kamandanu neng theleng samodra.
Artinya :
Maka sang Arya Wrekudara, lama menatap, keindahan isi laut, sesudah itu lalu memusatkan perhatiannya, tidak lagi memikirkan marabahaya, jika tidak menemukan, si air maya jernih, tirta kamandanu di dasar samudera.
Wirang yen mantuka aran, suka matiyeng jaladri, tan liyan mung pituduhira, mung guru ingkang kaesthi, wusnya mangkana nuli, Wrekudara sigra cancut, gumregut tandangira, denira manjing jaladri, datan mundur pinethuk ngalun lampahnya.
Artinya :
Malu jika pulang tanpa hasil, lebih baik mati di laut tak lain hanya petunjuknya, sang guru yang dipikirkan, sesudah itu lalu, Wrekudara segara bersikap diri dengan semangat yang menyala-nyala mencebur ke laut, tak akan mundur menghadapi ombak samudera.
Kidung Durma
Neng samodra wiraganira legawa, banyu sumaput wentis, melek angganira, alun pan sumaburat, sumembur muka nampeki, migeg ring angga, waket jangga kang warih.
Artinya :
Dalam samudera kegembiraannya tampak, air membasahi kaki, memyentuh tubuhnya, ombak menggelombang, menampar wajahnya, bergerak-gerak menerpa badan, menyentuh lehernya.
Sena emut kang aji Jalasengara, amrih piyaking warih, wusnya matek sigra, lampah meksa manengah, tan etang priganing warih, kuneng Sng Bima, ya ta wonten winarni.
Artinya :
Sena teringat ilmunya Jalasengara, agar air menyibak, setelah ilmu itu diucapkan, terus berjalan ke tengah, tak memperhitungkan bahaya dalam air, tentang Sang Wrekudara, lain lagi cerita di sini.
Kang naga geng kang mangsa ylam samodra, wisanya luwih mandi, kroda dennya miyat, sigra ngambang lumarap, gengnya saprabata siwi, galak kumelap muka ngajrihi.
Artinya :
Ada naga besar yang memangsa ikan di laut, berbisa sangat mematikan, bergerak mendekati apa yang dilihatnya, segera mengambang di air, sbesar gunung anakan, wajahnya tampak liar dan ganas, mulut menganga menakutkan.
Lir kinebur samodra molah prakempa, Sena kagyat ningali, ngunandikeng driya, iki bebaya prapta naga geg krua ngajrihi, mangap kadya guwa, siyung mingis kumilat, semembur wisa lir riris, manaut sigra, mulet kadya ginodhi.
Artinya :
Bagaikan dikebur keadaan air laut itu, bergoyang-goyang bagaikan gempa, Sena terkejut melihatnya, berkata dalam hati, bahaya yang datang berupa naga besar menakutkan, menganga bagaikan gua, taringnya tampak tajam bercahaya, menyemburkan bisa bagaikan hujan, menerkam segera, melilit bagaikan membalutnya.
Pan larangkus badan pinulet ing naga, Sena angres ing galih, naga wisanira, tumempek ngangganira, kewran wus anyipta mati, saya pinoleh, kang naga mobat-mabit.
Artinya :
Sesudah badannya dililit oleh tubuh ukar naga itu, Sena merasa kecut hatinya, melekat di tubuhnya, kebingungan ia mengira akan cepat mati, semakin meronta sang naga semakin kuat lilitannya.
Sarirane Sena kagubet sadaya, mung janggane kang maksih, kang naga sru molah, ningseti panggubetnya, wonten palwa dagang prapti, giris umiyat, kang palwa nimpang lebih.
Artinya :
Tubuh Sena dililit semua, hanya tinggal lehernya masih tampak, sang naga semakin ganas, mengencangkan lilitannya, ada kapal dagang yang medekat, lekas pergi menjauh, menghindari.
Lir sinapon palwa narka angin salah, wau ta kang ginodhi, sayah Arya Bima, krodha emut anulya, cinubles kanaka aglis, kang munggeng angga, pasah ludira mijil.
Artinya :
Bagaikan disapu awak perahu itu mengira ada angin salah tiup, sedangkan saja Sena masih dililit naga, lelah tak kuasa meronta kemudian ia teringat, segera menikamkan kukunya, tepat di tubuh naga itu, kemudian darah pun memancar.
Kuku Pancanaka manjing badan naga, tatas sarpa ngemasi, rah mijil marawan, abangtoyeng samodra, sapandeleng kanan kering, toya awor rah, naga geng wus ngemasi.
Artinya :
Kuku Pancanaka menancap di badan naga,langsung naga itu mati, darah keluar dengan deras, air laut memerah, tampak sepintas di kanan kiri, air bercampur darah, naga besar sudah mati.
———- Diketahui Sang Marbudyengrat Dewa Ruci ———-
Sirna dening Sena sadaya pan suka, saisining jaladri, wau kawuwusa, Ri sang Murwengparasdya, wruh lakuning Kang Kaswasih, Sang Amurwengrat, praptane Sang Amamrih.
Artinya :
Naga Mati oleh Sena, seisi laut itu gembira, diceritakanlah, Ri Sang Paramengparasdya, melihat perjalanan sang Kaswasih, Sang Amurwengrat, kedatangan Sang Amamrih.
Dinuta tan uninga jatining lampah, kang Tirta Marta Ening, apan tanpa arah, Tirta kang wruh ing Tirta, Suksma sinuksma wawingit, tangeh manggiha, yen tan nugraha yekti.
Artinya :
Di utus tidak mengetahui hakekat tugasnya, Sang Air Penghidupan Jernih, yang tanpa arah, air yang melihat air, suksma berjiwa penuh rahasia, tak mungkin ditemukan, bila tidak mendapat anugerah yang sebenarnya.
———- Di Negara Ngamarta ———-
Kuneng wau kocapa, Nata Pandhawa, kang samya tyas prihatin, sangsaya kagagas, nenggih mring kadangira, arsa nusula prasami, aywa sulaya, yen nemahana pati.
Artinya :
Syahdan diceritakan, Raja Pandawa yang bersedih hatinya, semakin dipikirkan perihal keadaan Saudaranya, semua ingin menyusul, jangan sampai menemui kesulitan.
Samya nggubel nenuwun kang pangandika, mring Prabu Harimurti, samya tinangisan, matur narendra Kresna yayi Prabu yayi prihatin, pan kadang tuwan, boten tumekeng pati.
Artinya :
Semua memohon dengan penuh iba, kepada Prabu Harimurti, semua menangis, berkatalah Sang Kresna, bahwa adinda tidak sampai meninggal dunia.
Malah manggih kanugrahaning Jawata, benjing praptane suci, angsal sih kamulyan, ing Hyang Suksma Kawekas, winenang alintu diri, raga Bathara putus ing tinggal ening.
Artinya :
Bahkan mendapat pahala dari Dewata, nanti akan datang dengan kesucian, mendapatkan cinta kemuliaan, dari Hyang Suksma Kawekas, diizinkan berganti diri, menjadi Batara yang berhasil menatap dengan hening.
Mila sampun sungkaweng tyas yayi nata, enggar tyasira sami, sirna susahira, dennya wau miyarsa, pangandika kang sayekti, Nerendra Kresna, kamulyaning kang rayi.
Artinya :
Maka janganlah bersdih hati, gembirakanlah hati kalian, hilangkan cemas, setelah mendengar penjelasan demikian, dari Sang Prabu Kresna, akan keberhasilan adindanya.
—- Sang Wrekudara Berjumpa Dengan Sang Marbudyengrat Dewa Ruci —-
Ya ta malih wuwusen Sang Wrekudara, kang maksih neng jaladri, sampun pinanggihan, awarni Dewa Bajang, paparan Sang Dewa Ruci, lir lare dolan, neng udaya jaladri.
Artinya :
Kembali dikisahkan Sang Wrekudara yang masih di samudera, sudah bertemu dengan Dewa berambut panjang, bernama Dewa Ruci, seperti anak kecil bermain-main di atas air laut.
Angandika Sena apa karyanira, apa sedyanireki, umanjing samodra, liwat sepi kewala, tan ana ingkang binukti, myang sarwa boga, miwah busana sepi.
Artinya :
Berkata Sena apa kerjamu, apa tujuanmu, tinggal di laut, semua serba tidak ada, tak ada yang dimakan, tiadak ada makanan, dan tidak ada pakaian.
Amung ana godhong aking yen ana kaleyang, tiba ing ngarsa mami, iku kang sun pangan, yen nora natan mangan, nggarjita tyasnya miyarsi, Sang Wrekudara, ngungun dennya ninggali.
Artinya :
Hanya ada daun kering yang tertiup angin, jatuh di depanku, itu yang saya makan, jika tidak ada tentu tidak makan, Sang Wrekudara, heran melihat dan mendengarnya.
Dewa bajang neng samodra tanpa rowang, cilik amenthik-menthik, iki ta wong apa, mung sabayi gengira, bisa lumakyeng jaladri, ladak kumethak, tanpa rowang pribadi.
Artinya :
Dewa berambut panjang di laut tanpa kawan, kecil sekali, siapakah dia, hanya sebesar bayi, dapat berjalan di atas air, sombong sekali, tanpa kawan hanya sendirian.
Angling malih heh ta Wrekudara sigra, prapta ing kene iki, akeb Pancabaya, yen nora etoh pejah, sayekti tan prapta ugi, ing kene mapan, saklir sarwa mamring.
Artinya :
Berkata lagi wahai Wrekudara, segera datang ke sini, banyak rintangannya, jika tidak mati-matian tentu tak akan dapat sampai di tempat ini, segalanya serba sepi.
Nora urub lan ciptamu paripeksa, sira tan ngeman pati, sabda kaluhuran, kene masa anaa, Sena kewran tyasireki, sesaurira, dening tan wruh ing gati.
Artinya :
Tidak terang dan pikiranmu memaksa, dirimu tidak sayang untuk mati, memang benar, di sini tidak mungkin ditemukan, Sena bingung hatinya, jawabnya, karena tidak tahu maksudnya.
Dadya Wrekudara alon aturira, masa borong Sang Yogi, dewa Ruci mojar, lah iya sira uga bebete Sang Hyang Pramenthi, Hyang Girinata, turune sira saking.
Artinya :
Sehingga Wrekudara menjawab pelan, terserah kepada guru, Dewa Ruci berkata, kau pun keturunan Sang Hyang Pramesthi, Hyang Girinata, kau keturunan dari.
Sang Hyang Brama uwite kang para nata, pan ramanira ugi, turun saking Brama, mencarken para raja, ibunira Dewi Kunthi, kang duwe tedhak, iya Hyang Wisnu Murti.
Artinya :
Sang Hyang Brama asal para raja, ayahmu pun, keturunan dari Brama, menyebarkan pra raja, Ibumu Dewi Kunti, yang memiliki keturunan, yaitu Sang Hyang Wisnu Murti.
Mung patutan telu lan bapakira, Yudistira pangarsi, panenggake sira, panengah Dananjaya, kang loro patutan Madrim, genep Pandhawa, praptamu kene ugi.
Artinya :
Hanya berputra tiga dengan ayahmu, Yudistira sebagai anak sulung, yang kedua dirimu, sebagai panengah/ketiga adalah Dananjaya, yang dua anak dari keturunan dengan Madrim, genaplah Pandawa, kedatanganmu di sini pun.
Iya Dhang Hyang Druna akon ngulatana, Toya Rip kang tirta ning, iku gurunira, pituduh marang sira, yeku kang sira lakoni, mula wong tapa, angel pratingkah urip.
Artinya :
Juga atas petunjuk Dhang Hyang Druna untuk mencari, Air Penghidupan berupa air jernih, karena gurumu yang memberi petunjuk, itulah yang kau laksanakan, maka orang yang bertapa sulit menikmati hidupnya.
Aywa lunga yen durung wruh kang pinaran, lan aja mangan ugi, lamun durung wruha, rasaning kang pinangan, aja anganggo ta ugi, yen durung wruha, arane busaneki.
Artinya :
Jangan pergi bila belum jelas maksudnya, dan jangan makan bila belum tahu rasa yang dimakan, janganlah berpakaian, bila belum tahu, nama pakaianmu.
Weruhira tetaken bisane iya, lawan tetiron ugi, dadi lan tumandang, mangkono ing ngagesang, ana jugul saking wukir, arsa tuku mas, mring kemasan den wehi.
Artinya :
Kau bisa tahu dari bertanya, dan dengan meniru juga, jadi dengan dilaksanakan, demikian dalam hidup, ada orang bodoh dari gunung akan membeli emas, oleh tukang emas diberi.
Lancang kuning den anggep kancana mulya, mangkono wong ngabekti, yen durung waskitha, prenahe kang sinembah, Wrekudara duk miyarsi, ndheku nor raga, dene Sang Wiku sidik.
Artinya :
Kertas kuning dikira emas mulia, demikian pula orang berguru, bila belum paham, akan tempat yang harus disembah, Wrekudara ketika mendengar itu, terduduk merendahkan diri, sedangkan sang wiku cermat.
Toya piyak dadya sila Wrekudara, umatur meminta sih, anuwun jinatyan, pukulun sinten tuwan, dene neng ngriki pribadi, Sang Marbudyengrat, angling Sang Dewa Ruci.
Artinya :
Air menyibak menjadi tempat duduk bagi Wrekudara, berkata meminta kasih, mohon diyakini, siapakah tuanku sebenarnya, mengapa di sini sendirian, Sang Marbudyengrat, berkatalah Sang Dewa Ruci.
Sena matur pukulun yen makatena, kawula anuwun sih, saking tan uninga, puruhitaning badan, sasat sato wana inggih, tan mantra-mantra, waspadeng badan suci.
Artinya :
Sena berkata jika demikian, saya ingin meminta kasih, dan petunjuk karena tidak tahu, pengabdian diri ini sama seperti hewan hutan, tidak seberapa, waspada kepada badan yang suci.
Langkung muda punggung cinacad ing jagad, kesi-esi ing bumi, angganing curiga, ulun datanpa wrangka, wacana kang tanpa siring, ya ta ngandika, Manis Sang Dewa Ruci.
Artinya :
Lebih bodoh tolol dan penuh kekurangan di dunia, ditertawakan di mana-mana, bagaikan tubuh keris yang tanpa kerangka, perkataan tanpa batas, berkatalah dengan manis Sang Dewa Ruci.
… Wrekudara Masuk Dalam Tubuh Menerima Ajaran Tentang Kenyataan …
Kidung Dhandhanggula
Lah ta mara Wrekudara aglis, umanjinga guwa garbaningwang, kagyat miyarsa wuwuse, Wrekudara gumuyu, sarwi ngguguk aturireki, dene paduka bajang, kawula geng luhur, nglangkungi saking birawa, saking pundi margane kawula manjing jenthik masa sedhenga.
Artinya :
Segeralah kemari Wrekudara, masuklah ke dalam tubuhku, terkejut mendengar kata-katanya, Wrekudara tertawa, dengan terbahak-bahak, katanya, tuan ini bertubuh kecil, saya bertubuh besar, dari mana jalanku masuk, kelingking pun tidak mungkin dapat masuk.
Dewa Ruci mesem ngandikaris, gedhe endi sira lawan jagad, kabeh iki saisine, alas myang gunungipun, samodra lan isine sami, tan sesak lumebuwa, ing jro garbaningsun, Wrekudara duk miyarsa, esmu ajrih kumel sandika turneki, mengleng Sang Ruci Dewa.
Artinya :
Dewa Rcuci terseyum dan berkata lirih, besar mana dirimu dengan dunia ini, semua isi dunia, hutan dengan gunung, samudera dengan semua isinya, tak sarat masuk ke dalam tubuhku, Wrekudara setelah mendengar, agak takut menyatakan mau, berpalinglah Sang Dewa Ruci.
Iki dalan talingan ngong kering, Wrekudara sigra manjing karna, wus prapteng ing jro garbane, andulu samodra gung, tnapa tepi nglangut lumaris, ngliyek adoh katingal, Dewa Ruci nguwuh, heh apa katon ing sira, dyan umatur Sena pan inggih atebih, tan wonten katingalan.
Artinya :
Di dalam telingaku yang kiri, Wrekudara segera masuk telinga, sudah sampai di dalam tubuhnya, melihat laut luas, tanpa tepi jauh sekali ia berjalan, tampak jauh terlihat, Dewa Ruci berteriak, hai apa yang kau lihat, Arya Sena berkata bahwa tampah jauh, tak ada yang tampak.
Awang-awang kang kula lampahi, uwung-uwung tebih tan kantenan, ulun saparan-parane, tan mulat ing lor kidul, wetan kulon boten udani, ngandhap nginggil myang ngarsa, kalawan ing pungkur, kawula datan uninga, langkung bingung Sang Dewa Ruci lingnyaris, aywa maras tyasira.
Artinya :
Langit luas yang kutempuh, langit yang sangat luas, aku pergi ke mana-mana, tak tahu mana utara dan selatan, tidak tahu timur dan barat, bawah atas dan depan, serta di belakang, aku tidak tahu, bingung sekali sang Dewa Ruci berkata pelan, jangan taku tenangkan dirimu.
Byar katingal ngadhep Dewa Ruci, Wrekudara Sang Wiku kawangwang, umancur katon cahyane, nulya wruh ing lor kidul, wetan kulon sampun udani, nginggil miwah ing ngadhap, pan sampun kadulu, kawan umiyat baskara, eca tyase miwah Sang Wiku kaeksi, aneng jagad walikan.
Artinya :
Tiba-tiba terang tampaklah Dewa Ruci, Wrekudara Sang Wiku terlihat, memancarkan sinar, kemudian tahu utara selatan, timur barat sudah tahu, di atas dan dibawah, juga sudah diketahui, kemudian terlihat matahari, nyaman rasa hati melihat Sang Wiku, di balik dunia ini.
Dewa Ruci suksma lingiraris, aywa lumaku andedulua, apa katon ing dheweke, Wrekudara umatur, wonten warna kawan prakawis, aktingal ing kawula, sadayane wau, sampun boten katingalan, amung kawan prakawis ingkang kaeksi, cemeng bang kuning pethak.
Artinya :
Dewa Ruci berkata lirih, jangan berjalan lihat-lihatlah, apa yang tampak olehmu, Wrekudara menjawab, ada empat macam benda yang tampak olehku, semua itu, sudah tampak, hanya empat warna yang dapat kulihat, hitam merah kuning dan putih.
Sang Dewa Ruci ngandika malih, ingkang dhingin sira anon cahya, gumawang tan wruh arane, Pancamaya puniku, sejatine ing tyasireki, pangarsane sarira, tegese tyas iku, ingaranan muka sipat, kang anuntun marang sipat kang linuwih, kang sejatining sipat.
Artinya :
Sang Dewa Ruci berkata lagi, yang pertama kau lihat cahaya, menyala tidak tahu namanya, Pancamaya itu, sesungguhnya ada di dalam hatimu, yang memimpin dirimu, maksudnya hati, disebut muka sifat, yang menuntun kepada sifat lebih, merupakan sifat itu sendiri.
Mangka tinulak aywa lumaris, awasena rupa aja samar, kawasaning tyas empane, tingaling tyas puniku, anengeri marang sajati, eca tyase Sang sena, amiyarsa wuwus, lagya medhem tyas sumringah, ene ingkang abang ireng kuning putih iku durgamaning tyas.
Artinya :
Lekas pulang jangan berjalan, selidikilah rupa itu jangan ragu, untuk hati tinggal, mata hati itulah, menandai pada hakikatmu, senang hati Sang Sena, mendengarkan nasihat itu, ketika hatinya sedang bersuka-cita, sedang yang berwarna merah hitam kuning dan putih, itu adalah penghalang hati.
Pan isine ing jagad mepeki, iya ati kang telung prakara, pamurunge laku kabeh, yen bisa pisah iku, pasthi bisa pamoring gaib, iku mungsuhe tapa, ati kang tetelu, ireng abang kuning samya, angadhangi cipta karsa kang lestari, pamoring Suksm Mulya.
Artinya :
Isi dunia ini sudah lengkap, yaitu hati tiga hal, pendorong segala langkah, bila dapat memisahkan tentu dapat menyatu dengan gaib, itu adalah musuh pendeta, hati yang tiga (curang), hitam merah kuning semua, menghalangi pikiran dan kehendak yang abadi, persatuan Sukma Mulia.
Lamun nora kawileting katri, yekti sida pamoring kawula, lestari panunggalane, poma den awas emut, durgama kang munggeng ing ati, pangwasane weruha, wiji-wijinipun, kang ireng lueih prakosa, panggawene asrengen sabarang runtik, andadra ngambra-ambra.
Artinya :
Jika tidak tercampur oleh tiga hal itu, tentu akan terjadi persatuan kawula/rakyat, abadi dalam persatuan, perhatikan dan ingatlah, penghalang yang berada dalam hati, ketahuilah benih-benihnya, yang hitam lebih perkasa, kerjanya marah terhadap segala hal, murka secara menjadi-jadi.
Iya iku ati kang ngadhangi, ambuntoni marang kabecikan, kang ireng iku gawene, dene kang abang iku, iya tuduh nepsu kang becik, sakehe pepinginan, metu saking ngriku, panas baran panastenan, ambuntoni marang ati ingkang eling, marang ing kawaspadan.
Artinya :
Itulah hati yang menghalangi, menutupi tindakan yang baik, yang hitam itu kerjanya, sedangkan yang merah, menunjukkan nafsu yang baik, segala keinginan keluar dari situ, panas hati, menutupi kepada hati yang sadar, kepada kewaspadaan.
Dene iya kang arupa kuning, panggawene nanggulang sabarang, cipta kang becik dadine, panggawe amrih tulus, ati kuning ingkang ngadhangi, mung panggawe pangrusak, binanjur linantur mung kang putih iku nyata, ati anteng kang suci tan ika iki, prawira ing kaharjan.
Artinya :
Sedangkang yang berwarna kuning, kerjanya menanggulangi segala hal, pikiran yang baik jadinya, pekerjaan agar lestari, hati kuning yang menutupi, hanya suka merusak, kemudian yang putih berarti nyata, hati yang tenang suci tanpa berpikiran ini dan itu, perwira dalam kedamaian.
Amung iku kang bisa nampani, ing sasmita sajatining rupa, nampani nugraha nggone, ingkang bisa tumaduk, alestari pamoring kapti, iku mungsuhe tapa, ati kang tetelu balane tanpa wilangan, ingkang putih tanpa rowang amung siji, mulane gung kasoran.
Artinya :
Hanya itu yang dapat menerima, akan firasat hakikat warna, menerima anugrah tempatnya, yang dapat melaksanakan, mengabdikan persatuan keinginan, itu musuh pertapa, hati yang tiga (curang) kawannya sangat banyak, yang berwarna putih hanya seorang diri tanpa kawan, maka ia sering kalah.
Iya lamun bisa nembadani, marang sesuker telung prakara, sida ing kono pamore, tanpa tuduh puniku, ing pamore Kawula Gusti, Wrekudara miyarsa, sengkut pamrihipun, sangsaya birahinira, iya marang kauwusaning ngaurip, sampurnaning panunggal.
Artinya :
Memang bila dapat memenuhi, kepada tiga hal yang merusak di situlah letak persatuannya, tanpa pedoman tentang persatuan makhluk dan pencipta, Wrekudara mendengar, dengan giat ia berusaha, dengan penuh tekad, untuk mencapai pedoman hidup, demi kesempurnaan persatuan.
Sirna patang prakara na malih, urub siji wolu warnanira, Wrekudara lon ature, punapa wastanipun, urub siji wolu kang warni, pundi ingkang sanyata, pundi kang satuhu, wonten kadi retna muncar, wonten kadi maya-maya angebati, wonten abra markatha.
Artinya :
Setelah hilang empat hal itu ada lagi, nyala satu delapan warnanya, Wrekudara pelan bertanya, apakah namanya, nyala satu dengan delapan warna, mana yang nyata, mana yang sesungguhnya, ada yang seperti ratna bersinar, ada yang maya-maya bergerak cepat, ada manik-manik yang berkilat-kilat.
Marbudyengrat angling Dewa Ruci, iya iku sanyatane tunggal, saliring warna tegese, wus ana ing sireku, kabeh iya isining bumi, ginambar aneng sira, lawan jagad agung, jagad cilik, tan prabeda, purwa ana lor kulon kidul puniku, wetan luhur ing ngandhap.
Artinya :
Marbudyengrat berkata sang Dewa Ruci, itulah sesungguhnya yang disebut tunggal, semua warna itu artinya sudah ada padamu, semua itu ialah isi dunia ini, digambarkan atas dirimu, dan dunia yang agung, jagad kecil tak berbeda, timur ada utara, barat dan selatan itu, timur luhur di bawah.
Miwah ireng abang kuning putih, iya panguripe kang bawana, jagad cilik jagad gedhe, pan padha isinipun, tinimbangken ing sira iki, yen ilang warna ingkang, jagad kabeh suwung, saliring reka tan ana, kinumpulken aneng rupa kang sawiji, tan kakung tan wanodya.
Artinya :
Dan hitam merah kuning putih, ialah kehidupan di dunia, alam kecil dan alam besar, memang sama isinya, pertimbanglanlah plehmu, bila hilang warna yang, semua alam akan sepi, semua usaha tidak akan ada, dikumpulkan atas satu rupa saja, tidak lelaki tidak perempuan.
Kadya tawon gumana puniki, kang asawang lir peputran dhenta, tah payo dulunen kuwe, Wrekudara andulu, ingkang kadya peputran gadhing, cahya muncar kumilat, tumeja ngenguwung, punapa inggih punika, warnaning Dzat kang pinrih dipun ulati, kang sajatining rupa.
Artinya :
Bagaikan lebah muda yang tampak bagaikan putih gading, marilah tengok, Wrekudara melihat, sesuatu yang bagaikan berputra putih gading, cahaya memencar berkilat, berpelangi melengkung, apakah gerangan itu, bentuk Dzat yang dicari, yang merupakan hakikat rupa.
Anauri ris Dewa Ruci, iku dudu ingkang sira sedya, kang mumpuni ambek kabeh, tan kena sira dulu, tanpa rupa datanpa warni, tan gatra tan satmata, iya tanpa dunung, mung dumunung mring kang awas, mung sasmita aneng ing jagad ngebeki, dinumuk datan kena.
Artinya :
Menjawab pelan Dewa Ruci, itu bukan yang kau cari, yang menguasai segala hal, tak boleh kau lihat, tanpa bentuk dan tanpa warna, tidak berujud dan tidak tampak, ya tanpa tempat tinggal, hanya terdapat pada orang-orang yang awas, hanya berupa firasat di dunia ini memenuhi, dipegang tidak dapat.
Dene iku kang sira tingali, kang asawang peputran mutyara, ingkang kumilat cahyane, angkara-kara murub, pan Pramana aranireki, uripe kang sarira, Pramana puniku, tunggal aneng ing sarira, naging nora milu suka lan prihatin, enggone aneng raga.
Artinya :
Sedang yang kau lihat itu, yang tampak seperti berputra mutiara yang berkilat cahayanya, memancar menyala-nyala, itulah yang bernama sang Pramana, kehidupan tubuhnya, sang Pramana menyatu dengan dirimu, tetapi tidak ikut merasakan gembira dan prihatin, bertempat tinggal di tubuhmu.
Datan milu mangan turu nenggih, iya milu lara lapa, yen pisah saking enggone, raga kari ngalumpruk, yekti lungkrah badanireki, ya iku kang kuwasa, nandhangrasanipun, inguripun dening Suksma, iya iku sinung sih anandhang urip, ingaken rahsaning Dzat.
Artinya :
Tidak makan dan minum, juga tidak ikut merasakan sakit dan menderita, jika berpisah dari tempatnya, raga tinggal tak berdaya, sungguh badan tanpa daya, itulah yang mampu, merasakan penderitaannya, dihidupi oleh suksma, ialah yang berhak menikmati hidup, mengakui rahasia Dzat.
Iya sinandhangken ing sireki, nanging kadya simbar ing kakaywan, aneng ing reraga nggone, uriping Pramaneku, inguripun ing Suksma nenggih, misesa ing sabarang, Pramana puniku, yen mati melu kaleswan, lamun ilang Suksmane sarira nuli, Uriping Suksma ana.
Artinya :
Juga dikenakan kepadamu, tetapi bagaikan bulu pada hewan, berada di raga, kehidupan Pramana dihidupi oleh Suksma yang menguasai segalanya, Pramana bila mati ikut lesu, namun bila hilang kemudian, kehidupan Suksma ada.
Sirna iku iya kang pinanggih, Uriping Suksma Ingkang Sanyata, kaliwatan upamane, lir rasane kamumu, kang Pramana anresandani, tuhu tunggal piangka, jinaten puniku, umatur Sang Wrekudara, inggih pundi warnane ingkang sajati, Dewa Ruci ngandika.
Artinya :
Sirna itulah yang ditemui, kehidupan suksma yang sesungguhnya, terlalu upamanya, bagaikan rasa kemumu (kepinding), Pramana anresandani, sebenarnaya satu asal, dibuktikan hal itu, berkata sang Wrekudara, iya benar bagaimana warna yang sejati, Dewa Ruci berkata.
Nora kena iku yen sira prih, lawan kahanan samata-mata, gampang angel pirantine, Wrekudara umatur, kula nyuwun pamejang malih, inggih kedah uninga, babar pisanipun, pun patik ngaturaken pejah, ambebana anggen-anggen ingkang yekti, sampun tuwas kangelan.
Artinya :
Hal itu boleh kau ambil, dan keadaan semata-mata, mudah sulit sarannya, Wrekudara berkata, aku minta ajaran lagi, juga harus tahu, sama sekali, aku menyerahkan diri meminta dengan busana yang sebenarnya, janganlah tanpa hasil.
Yen makaten kula boten mijil, inggih eca neng ngriki, kewala, boten wonten sangsayane, tan niyat mangan turu, bopten arip boten angelih, boten ngrasa kangelan, boten ngeres linu, amung enak lan manfaat, Dewa Ruci ngandika iku tan keni, yen nora lan antaka.
Artinya :
Jika demikian saya tidak mau keluar, lebih baik tinggal di sini saja, tidak ada hambatannya, tidak akan makan dan tidur, tidak mengantuk juga tidak lapar, tidak mengalami kesulitan, tidak sakit-sakit ngilu, hanyalah enak dan manfaat, Dewa Ruci berkata itu tidak boleh, jika belum mengalami mati.
Sangsaya sihira Dewa Ruci, marang kaswasih ingkang panedha, lah iya den awas bae, mring pamurunging laku, aywana kekaremireki, den bener den waspada, ing anggepireku, yen wus kasikep ing sira, aywa umung den nganggo parah yen angling, yeku reh pepingitan.
Artinya :
Semakin banyak ajaran Dewa Ruci, kepada Sang Kaswasih, yang memintanya, wahai itu perhatikanlah, hal yang menggagalkan laku, jangan punya kegemaran, bersungguh-sungguh dan waspadalah, dalam segala tingkah laku, jika semua sudah kau dapatkan, jangan gaduh dalam berbicara, itulah hal yang dirahasiakan.
Nora kena yen sira rasani, lawan sama-samaning manusa, yen nora lan nugrahane, yen ana nedya padu, angrasani rerasan iki, ya teka kalahana, aja kongsi banjur, aywa ngadekken sarira aywa ngraket mring wisayaning ngaurip, balik sikepen uga.
Artinya :
Tidak boleh kau bicarakan secara sembunyi-sembunyi, dan sesama manusia, bila tidak dengan anugrahnya jika berselisih, membicarakan bahan pembicaraan ini, lekaslah kau mengalah saja, jangan sampai berlarut-larut, jangan memajakan diri, jangan lekat dengan nafsu kehidupan tetapi kuasailah.
Kawisayan kang marang ing pati, den kaasta pamanthenging cipta, rupa ingkang sabenere sinengker buweneku, rupa nora nan nguripi, datan antara masa, iya ananipun, panwus ana ing sarira, tuhu tunggal sasat ana ing sireki, wus dadi kekantenan.
Artinya :
Tentang keinginan untuk mati, peganglah dalam pemusatan pikiran, rupa yang sebenarnya, disimpan oleh buana, rupa tak ada yang menghidupi, tidak seberapa waktu, memang keberadaannya, sudah melekat pada diri, sungguh menyatu padu dengan dirimu, sudah menjadi kawan akrab.
Kidung Kinanthi
Tan kena pisahna iku, tan waneh praptanta nguni, tunggal Kartining Buwana, pandulu, pamiyarseki, iya wus ana ing sira, pamirsane Suksma Yekti.
Artinya :
Tak dapat dipisahkan, tak berbeda dengan kedatangannya waktu dahulu, menyatu dengan kesejahteraan duni, penglihatan dan pendengaran, juga sudah ada pada dirimu, pendengaran sukma sejati.
Tanpa karna lan pandulu, netra karnanta kinardi, kahanane aneng sira, lair suksma neng sireki, batin sira aneng Suksma, mangkene patrapireki.
Artinya :
Tanpa telinga dan mata, mata dan telinga diciptakan, untuk dirimu lahirlah sukma pada dirimu, batinmu dalam sukma bagitulah kenyataannya.
Pan kaya wreksa tinunu, ananing kukusing geni, sartane kalawan wreksa, lir toya alun jaladri, kadya menyak aneng puhan, raganira obah mosik.
Artinya :
Itu bagaikan kayu dibakar, asapnya muncul dari api beserta pohon itu, bagaikan air ombak lautan, bagaikan minyak dalam susu, tubuhmu bergerak leluasa.
Sarta nugraha satuhu, yen wruh ing paworireki, woring Gusti lan Kawula, sarta panuwunireki, Suksma kang sinedya ana, dening ta warnanireki.
Artinya :
Serta mendapatkan anugerah yang benar, jika tahu penyatuan ini, persatuan khalik dan makhluk, serta permintaanmu, sukma yang diharapkan ada, sedangkan bentuknya itu.
Wus aneng sira nggonipun, lir wayang sariraneki, barang saparipolahnya, saking dhadhalang kang kardi, kang minangka panggung jagad, kelir kang kinarya ngringgit.
Artinya :
Sudah ada pada dirmu, dirimu bagaikan wayang, segala gerak-gerik dari sang dalang yeng memainkan, dunia merupakan panggungnya, layar yang digunakan untuk memainkan wayang.
Pamolahing wayang iku, saking dhalang kang akardi, tumindak sarta pangucap, dhalang wisesa akardi tan antara moring karsa, jer iku datanpa warni.
Artinya :
Gerakan wayang-wayang dari ki dalang yang memainkan, berlaku dan berucap, dalang berkuasa antara perpaduan kehendak, karena hal itu tidak berbentuk.
Warna wus aneng sireku, upama paesan jati, ingkang angilo Hyang Suksma, wayanganira puniki, kang aneng jroning papaesan, jenenging kawula iki.
Artinya :
Warna dan bentuk sudah ada padamu, seumpama hiasan yang sejati, tempat bercermin Hyang Sukma, bayangannya itulah yang ada dalam hiasan, namanya makhluk ini.
Neng jro kaca rupanipun, luwih geng klepasan iki, gedhene kalawan jagad, ageng kalepasan iki, poma salembuting toya, pan lembut kamuksan iki.
Artinya :
Di dalam kaca rupanya, lebih besar dari yang diceritakan ini, daripada besar jagad, besar yang diceritakan ini, seumpama selembut tetes air, masih lebih kecil dan halus kematian.
Poma saciliking tengu, cilik ing kamusan ugi, lire luwih amisesa, iya mring sabarang kalir, lire ageng alitira, bisa nuksma ageng alit.
Artinya :
Seumpama sekecil kutu, lebih kecil kematian ini, sesungguhnya lebih menguasai, juga terhadap segala sesuatu, maksudnya besar kecilnya itu, dapat menjelma dalam kematian besar dan kecil pula.
Kalimputan kabeh iku, kang rumangkang aneng bumi, tuwin kang gumremet samya, tan pae sadaya sami kaluwihan kang sanyata, pan luwih ingkang nampani.
Artinya :
Semua itu tidak tahu karena tertutup, yang merangkak di tanah, serta yang melata, tak berbeda semua memiliki kelebihan nyata, yang merasa lebih banyak menerima.
Tan kena ngendelken iku, ing warah lan wuruk sami, den sanget panguswanira, wasuhen badanireki, weruha rungsiting tingkah, wuruk kang minangka wiji.
Artinya :
Tidak boleh menyombangkan diri, terhadap ajaran dan nasehat, hayatilah dengan sungguh-sungguh, basuhlah dirimu, ketahuilah segala rahasia tingkah, nasehat merupakan benih.
Poma kang winuruk iku, sengga papan parang curi, kang amuruk upamnya, kacang kedhelenireki, sinebar aneng sesela, yen watune tanpa siti.
Artinya :
Seumpama yang diajari misalnya papan batu atau cadas, yang menasihati umpamanya, kacang kedelai disebar di bebatuan, jika batu tanpa tanah.
Pasthi nora bisa thukul, yen wicaksana sireki, iya iku tinggalira, sirnakna ananireki, pan dadi tinggaling Suksma, rupa lan swaranireki.
Artinya :
Tentu tidak akan tumbuh, jika kau bijaksana, tinggalkan hal demikian itu, hilangkan adanya, agar menjadi jelas penglihatan sukma, rupa dan suara.
Swara ulihena iku, rupa mring kang darbe nguni, jer sira iku yektinya, ingaken sesulih ugi, nanging aja duwe sira, pakareman tyasireki.
Artinya :
Suara itu kembalikan, rupa kepada yang punya, pada pokoknya kau ini sesungguhnya, hanya dijadikan pengganti, tetapi janganlah kau punya, kegemaran dalam hatimu.
Liyane marang Hyang Luhur, dadi awak Suksma ening, tingkah obah osikira, iya iku dadi siji, ujer loro anggepira, yen dadi anggepireki.
Artinya :
Selain kepada Hyang Luhur, menjadi badan Sukma Jernih, segala tingkah laku akan menjadi satu, karena dua hal telah kau anggap, sudah menjadi diri sendiri.
Yekti ngrasa loro iku, maksih was-was tyasireki, kena rengu sayektinya, yen wus wujud dadi siji, sakarenteke tyasira, ing saguh aja gumingsir.
Artinya :
Sesungguhnya akan merasakan dua hal itu, masih ragu dalam hati, akan menjadi lekas marah, jika sudah menyatu, setiap gerak, tentu juga merupakan kehendakmu.
Tinaken ananireku, ing sasejanira, prapti, wus kawengku aneng sira, jagad kabeh jer sireki, kinarya gegentenira, ing saguh aja gumingsir.
Artinya :
Terkabul itu namanya, akan segala keinginan, semua sudah ada padamu, semua jagad ini karena dirimu, merupakan pengganti, dalam segala janji janganlah ingkar.
Yen wus mudheng sira tuhu, kabeh ing pratingkah iki, den wingit miwah den sasab tegesireki, pan pamer panganggonira, nanging ing batinireki.
Artinya :
Jika sudah paham, akan segala tanggungjawab, rahasiakan dan tutupilah maknanya, jangan pamerkan pakaianmu, tetapi dalam batinmu.
Sekedhap pan kudu emut, aywa kongsi kena lali, ing laire sasabana, kawruh kang patang prakawis, padha anggepen sadanya kalimane siji iki.
Artinya :
Sebentar pun harus kau ingat, jangan sampai kau terlupa, dalam kenyataan tutupilah, akan empat macam hal, anggaplah semuanya termasuk kelimanya ini.
Ingkang pramati satuhu, kangge kene kana ugi, lir mati sajroning gesang, lir urip sajroning pati, urp bae salaminya, kang mati puniku ugi.
Artinya :
Yang terbaik, untuk di sini dan di sana juga, bagaikan mati di dalam hidup, bagaikan hidup dalam mati, hidup abadi selamanya, yang mati itu juga.
Ya iku kang marang nepsu, badanira iku darmi, ing lair anglakonana, katampan badanireki, paworing sawujud tunggal, pagene angrasa mati.
Artinya :
Ya itu yang menuju pada nafsu, badan sekedar melaksanakan secara lahir, diterima badan ini, perpaduan sewujud tunggal, mengapa merasa mati.
Wrekudara duk angrungu, pangandikanya Sang Yogi, tyaira padhang narawang, suka denira nampani, cipta katiban nugraha, nugraha wahyu sayekti.
Artinya :
Wrekudara setelah mendengar perkataan sang guru, hatinya terang-benderang, menerima dengan suka hati, dalam hati mengharap mendapatkan anugrah, anugerah wahyu sesungguhnya.
Kadya sasngka puniku, katawengan dening riris, ciptaning wahyu nugraha, ima nirmala upami, sumilah rereged ilang angling malih Dewa Ruci.
Artinya :
Bagaikan rembulan terhalang oleh hujan, memikirkan wahyu nugraha, seumpama mendung suci, menyingkir kotoran kemudian hilang, berkata lagi Dewa Ruci.
Sena surupa sireku, iya kang sira lakoni, nora ana aji paran, kabeh wus kawengku ugi, tan ana ingulatana, kadigdayan guna sekti.
Artinya :
Sena ketahuilah olehmu, yang kau kerjakan, tidak ada aji paran, semua sudah kau kuasai, tak ada lagi yang dicari, kesaktian, kepandaian dan keperkasaan.
Kabeh-kabeh wus kapungkur, kaprawirannya ngajurit, karana tuhu tyasira, iya nggonira nglakoni, Sena umatur sandika, kapundhi mustaka kalih.
Artinya :
Semua sudah berlalu, keberanian dalam berperang, karena kesungguhan hati ialah dalam cara melaksanakan, Sena berkata sanggup, akan dicamkan di dalam hati dan pikiran.
———- Wrekudara Sudah Jernih Pikirannya ———-
Wau Dewa Ruci sampun, telas pamulangireki, Wrekudara wus tan kewran, denira sampun udani, namane ing badanira, solah lampahing ngajurit.
Artinya :
Dewa Ruci selesai menyampaikan ajarannya, Wrekudara sudah tidak bingung lagi, semua sudah dipahami, merasuk kedalam diri, dalam segala ulah tanding.
Ardaning kang swara muluk, tanpa elar njajah bangkit, sawengkoning jagad traya, uga wus kawengku sami, pantes pamathining basa, lir upama sekar sari.
Artinya :
Sangat berlebihan suara membumbung, tanpa sayap dapat melanglang, segala penjuru jagad ini, sudah dikuasai juga, pantaslah susunan bahasanya, bagaikan sekumtum bunga.
Kekudhupe maksih kuncup, mangkya mekar mbabar sami wuwuh warna lan gandanya, kang Pancaretna wus keni, medal saking guwagarba, wus salin alamireki.
Artinya :
Kuntumnya masih kuncup, sekarang mekar mengembang semakin indah dan berbau harum, sang Pancaretna sudah diperbolehkan keluar keluar dari tubuh, sudah berganti alamnya.
———- Sudah Keluar Dari Tubuh Dewa Ruci ———-
Angulihi alamipun alam kamanungsanneki, Sang Dewa Ruci wus sirna, dinulu datan kaeksi, ngungun Raden Wrekudara, wasana suka ing galih.
Artinya :
Kembali ke alam kemanusiaan, Sang Dewa Ruci sudah sirna, dilihat tidak tampak, heran Raden Wrekudara, akhirnya gembira hatinya.
Cipta nugraha satuhu, lulus saking ing gandaning, jatining kasturi mekar, wus sirna papa ning galih, leksana salekering rat, pamulang kang angenomi.
Artinya :
Mengharap anugrah sejati, berhasil mendapatkan baunya, bunga kasturi yang mekar, hilanglah kekalutan hatinya, laksana selingkar dunia, ajaran kepada yang lebih muda.
Kidung Sinom
Ujar wruh patakanira, sirna nirmalaning galih, pan mung narima satitah, lir kadya angganireki, anggane busana di, sutra maya-maya alus, sinuksma ingemasan, sinesotnya manik, manik, Wrekudara weruh pakenaking tingkah.
Artinya :
Kata dengan mara bahayanya, hilanglah kesucian hati, bukankah hanya sekedar melaksanakan, seperti dirimu itu, tubuh dengan busana indah, sutra maya halus, diperhalus dengan emas, perhiasan manik-manik, Wrekudara tuhu hikmah tingkah demikian.
Mila sumping puspa kresna, winarnendah kang sarwa di, kintaki sekar sumekar, nama kasturi sajati, sekar kasturi jati pratandhanira, tan korup ing pangawikan: kenaka, kalih pancanaka lungid, angungkabi kabisan tan kaliruwa.
Artinya :
Maka menyunting bunga berwarna hitam, berwarna indah serba menawan, tersurat bunga mekar, bernama kasturi sejati, bunga kasturi sejati sebagai tanda, tak sesuai dengan kemampuan kuku, dengan ujung kuku yang tajam, mengungkap kemampuan tidak keliru.
Poleng bang bintulu lima, winarneng uraganeki, lancingan lan kampuhira, mangkana pangemutanneki, titika duking nguni, neng jro guwagrbanipun, Sang Dewa Ruci dennya mangerti ireng bang kuning pamurunge laku ngandhangi tyas arja.
Artinya :
Kain merah tampak catur merah, dihiaskan kepala, celana dan kain dodot, padahal sudah di ingat, perhatikan masa lalu, ketika masih di dalam tubuh Sang Dewa Ruci, dinasihati tentang warna hitam, merah, kuning, merupakan penghalang tugas dan merintangi hati yang berniat baik.
Kang warna putih ing tengah, sidaning pangangkuhneki, kalima ingkang ginambar, wus kaasta sadayeki sanalika tan lali, saking ambek satya tuhu, marma Sang Wrekudara karya ampung aling-aling, pambengkasing sumungah jub riyanira.
Artinya :
Yang berwarna putih di tengah, jadi sumber keangkuhan, kelima yang digambarkan, sudah dibaw semuanya seketika, tak akan terlupakan, oleh karena seorang satria yang baik, maka Sang Wrekudara, membuat tirai untuk bersembunyi, untuk membasmi kesombongan pada dirinya.
———- Tujuan Mati Yang Salah ———-
Kaesthi ing dalu siyang, kathah denira miyarsi, para wiku pratingkahnya, kang luput anggepireki, kawruh pangijabneki, wus bener panarkanipun, wasana tanpa dadya, kawilet tatrapanneki, ana ingkang mati dadya manuk engkuk.
Artinya :
Dipikirkan siang dan malam, banyak yang didengarnya, tentang tingkah para pertapa yang berpikiran salah, akan ilmu ijab, mengira sudah benar, akhirnya tak berdaya, dililit oleh penerapannya, ada yang mati menjelma burung engkuk.
Mung malih kang pepencokan, kayu kang warnanira di, nagasari lan angsana, tanjung lan wreksa waringin, kang tuwuh aneng pinggiring pasar kang manuk engkuk, angungkuli wong pasar, pindha kamukten kang pinrih, pan kasasar iku anasar mbelasar.
Artinya :
Hanya memilih tempat hinggap, kayu yang berwarna baik, kayu nagasari dan anhsana, tanjung dan pohon beringin yang tumbuh di tepi pasar sang burung engkuk, melebihi orang-orang pasar, seperti mengharap kemuliaan, yang akhirnya tersesat dan terjerumus.
Ana nitis para raja, asugih rajabrana di, lawan sugih wanodya endah, tuwin sugih putra putri, ingkang arsa mengkoni, siji-siji karemipun, samyantuk kaluwihan, ing panitisira nenggih, yen mungguha Dyan Wrekudara tan arsa.
Artinya :
Anak yang menitis (reinkarsani) menjadi raja, yang kaya harta benda, dan memiliki banyak wanita cantik, serta mempunyai banyak putra-putri yang akan menguasai, setiap kesukaannya, semua mendapatkan kelebihan, dalam proses penitisan, bagi sang Wrekudara tidak akan.
Pan ana amung murih pribadya, iya sariraneki, sadaya iku ingaran, tibane tan pana yekti, pan durung nama jalmi, ingkang utama satuhu, kang mengkono anggepnya, pangrasanira ing nguni, nemu suka suka sugih singgih badanira.
Artinya :
Yang ada hanya pribadi, terhadap diri sendiri, semuanya dikatakan, jatuhnya tidak tepat benar, belum dapat disebut makhluk, yang sangat utama, demikianlah pengakuannya, yang dirasakan dahulu, menemukan suka kaya lagi berpangkat tinggi dirinya itu.
Tan wruh yen nemu deduka, kabanjur mangkono ugi, manitis ing sato kewan, tanpa wekas dennya nitis, tangeh tan manggih asil, tan mbabar pisani iku, luput kacakrabawa, saking karemireng nguni, pati panitisan koneng tibanira.
Artinya :
Tidak tahu jika mendapat marah (dimarahi), terlanjur demikian, ia menitis pada hewan-hewan, tanpa bekas titisannya, tak mungkin akan berhasil, tidak sama sekali, salah dalam perkiraan, oleh kegemarannya di masa lalu, mati menitis jatuhnya.
Tan kuwat parenging pejah, keron kasamaran ugi, mangsah wowor sambu samya, pan saking abotireki, ulah kamuksan titis wus datan nolih ing pungkur, bapa biyang lan suta, jroning mrih wekasan nenggih, yen luputa patakaning bumi pala.
Artinya :
Tidak kuat menuju matinya, bingung dan tertutup juga melawan secara menyamar bersatu dengan orang banyak, oleh terlalu beratnya, gerakan menuju matinya dan menitis tidak akan menoleh kebelakang, ayah, ibu dan anak, dalam mencapai akhir, jika salah menjadi petaka dunia.
Leheng aywa dadi jalma, sato gampang tingkahneki, tanpa tutur sirnanira, yen aris benering kapti, langgeng puniku ugi, tanpa karena satuhu, pama angga buwana, tan lir sela menengneki, eningira iya nora kadi tirta.
Artinya :
Lebih baik jangan jadi manusia, hewan lebih mudah bertingkah, tanpa kata-kata sirna, bila secara pelan akan menuju kebenaran tyjuan, abad itu juga, tanpa sarana sebenarnya, seumpama diri adalah dunia, tak sperti batu diam, jernihnya pun tidak seperti air.
Warata tanpa tuduhan, liyaning pandhita nganggepi, ing kamuksan peksanira, njangkung kasutapaneki, nyana ingangkuh keni, mung lan tapa tanpa tuduh, tanpa wit puruhita, suwunging ciptanireki, durung antuk pratikel wuruk kang nyata.
Artinya :
Merata tanpa petunjuk, selain pendeta menganggap, dlam kematian yang dipaksakan, mendukung kepertapaannya, mengira akan dapat dicapai, dengan cara bertapa tanpa petunjuk, tanpa pedoman berguru, kekosongan pikiran, belum mendapatkan petunjuk yang nyata.
Pratingkah angayawara, tapaning raga runting, denira amrih kamuksan, tanpa tutur sirnaneki, wuk tapanira ugi, dene kang lestari iku, tapa iku minangka, ragining sariraneki, ilmu iku iya kang minangka ulam.
Artinya :
Tingkahnya seenaknya sendiri, bertapa dengan merusak tubuh, dalam mencapai kamuksan, tanpa kata ia hilang, gagallah bertapanya itu, sedangkan yang dikatakan lestari, bertapa digunakan sebagai, ragi bagi tubuhnya, ilmu itu merupakan lauknya.
Yen tanpa ilmu tapanya, iya nora bisa dadi, lamun ilmu tanpa tapa, cemplang nora wurung dadi, asal puniku ugi, tan kawilet tatrapipun, kacagak bekanira, dadya keh pandhita sandi sinatengah wuruke mring cantrikira.
Artinya :
Jika bertapa tanpa ilmu, tentu tidak akan berhasil, jika ilmu tanpa dijalankan, hambar tidak mungkin jadi, asal semua itu juga, tidak dililit oleh penerapannya, ditopang kesulitan, jadi banyak pendeta, setengah-tengah dalam memberikan ajaran kepada muridnya.
Cantrikira landhep prinyangga, wedharira kang linempit, raose punika mulya, ngaturaken guruneki, pemedharira nenggih, mung saking graitanipun, nguni-uni punika, durung mambu warah yekti saking dene tan eca ing manahira.
Artinya :
Muridanya pandai dengan sendirinya, ajaran yang disimpan dirasakan mulia, memberi tahu gurunya, ajarannya itu hannya dari pikiran, di masa lalu itu juga, belum pernah mendapatkan ajaran yang benar, jadi tidak enak dalam hatinya.
Dadya katur gurunira, gurune ngungun miyarsi, ngugemi ing aturira, sinemantakaken maring, wiku kang luwih-luwih pasthi anggepnya satuhu, iku wahyu nugraha, tiba ing angga pribadi, cantrikira pan lajeng ingaku anak.
Artinya :
Kemudian disampaikan kepada gurunya, gurunya heran mendengar hal itu, memegang teguh kata-katanya yang diperoleh dari, wiku yang punya kelebihan, tentu dianggap suatu kebenaran, itu wahyu anugrah, jatuh kepada dirimu, cantrik itu kemudian di akui sebagai anak.
Tinari sinungga-sungga, marang ing guruneki, guru yen arsa amejang, ………. tan tebih sinandhing linggih, cantrik sabatireki, satemahan dadya guru, gurune dadya sabat, lepas panggraiteng batin, nandukaken sarta kang wahyu nugraha.
Artinya :
Ditanya mau atau tidak untuk diangkat oleh gurunya, jika gurunya akan memberi ajaran tidak jauh tempat duduknya, cantrik sebagai sahabatnya, kemudian menjadi guru, sedangkan gurunya itu menjadi sahabatnya, kemudian menjadi guru, sedangkan gurunya itu menjadi sahabat, lepas dari pemikiran batinnya, mengajarkan wahyu yang diperoleh.
Yeku utama kalihnya, kang satengah pandhiteki, durung sekti tapanira, kaselak tyasira nuli, ngaku wiku linuwih saujare kudu tinut, lumaku sinembaha nggenira neng puncak wukir swaranira nguwuh ngebeki pratapan.
Artinya :
Itu keutamaan bagi keduanya, pendeta yang setengah-setengah, belum sakti dalam bertapa, terburu hatinya lalu, mengaku sebagai pendeta sakti setiap katanya harus dianut, berjalan-jalan disembah, tinggal di puncak gunung, bersuara keras memenuhi pertapaan.
—————- Pralambang Ilmu Sejati —————-
Lamun ana wong marak, ndharidhit wekasireki, lir gubar bendhe tinatab, kumarampyang tanpa isi, tuna denira sami, ngeguru pandhita bingung, iku aja mangkana, tingkahing ngurip puniku, badan iki bisa kadi wayang.
Artinya :
Bila ada orang yang menghadap kepadanya, panjang lebar pesan yang diberikannya, bagaikan gong yang dipukul, banyak yang dikatakan tetapi tanpa isi, semua menjadi rugi, berguru kepada pendeta bingung, janganlah kau begitu, tingkah manusia hidup, usahakan dapat seperti wayang.
Kinudang neng pepanggungan, neng kelir denira ngringgit, arja tali banyunira, padhanging panggungireki, damar surya lan sasi, kelirira alam suwung, ingkang ananggap cipta, bumi gadebogireki, adegira wayang sinangga kang nanggap.
Artinya :
Dimainkan di atas panggung, di balik layar ia digerak-gerakkan, banyak hiasan yang dipasang, yang merupakan lampu panggungnya, adalah matahari dan rembulan, dengan layarnya berupa alam yang sepi, yang melihat adalah pikiran, bumi sebagai tempat berpijak, wayang tegak ditopang orang yang menyaksikan.
Neng dalemira kang nanggap, pangulah karsa tan mosik, pramana dhadhalangira, marang adeging kang ringgit, ana ugi dul lor tuwin, ngulon mangetan puniku, iku ta pamanira, mangkana kang sarireki, solah kendel sinolahaken ki dhalang.
Artinya :
Ketika dirumah orang yang menonton, pengolah kehendak mengolah karsa yang tidak tergerakkan, kecerdikan kidalang, atas gerak-gerik sang wayang, ada juga selatan utara, barat serta timur, itulah umpanya, demikianlah tubuhnya, gerak dan diamnya dimainkan oleh ki dalang.
Ingucapken yen kumecap, tinutur sakarsaneki, kang nonton ing solahira, yen saking dhalang kang kardi, kang aneng ngandhap kelir, mangkana jagad tan ana wruh, kang nanggap tan katingal, aneng jro wismaneki, tanpa warna Hyang Suksma tan katingalan.
Artinya :
Disuarakan bila harus berkata-kata, dikatakan segala kehendaknya, yang melihat ulahnya, bahwa itu dari ki dalang, yang berada dibalik layar, padahal jagad tidak ada yang tahu, yang menonton tidak terlihat, di dalam rumahnya, tanpa bentuk Hyang Sukma tidak tampak.
Sang Pramana dennya mayang, ngucapken lampahing ringgit, tan awas sasananira, wimbuh pan nora tut wuri, ing sariraneki, menyak munggeng puhan iku, lir geni munggeng wreksa, tan katedah andherpati, kang Pramana kadya gesenging kang wreksa.
Artinya :
Sang cerdik dalam menjalankan wyang-wayangnya, menyampaikan laku-laku wayang, tidak jelas tempatnya, dan lagi tidak mengikuti di belakang, dalam dirinya, minyak yang bercampur dalam susu, bagaikan api dalam kayu, tidak ditunjukkan untuk tidak takut mati, sang cerdik bagaikan kayu yang sudah hangus.
Lelandhesan sami wreksa, panggrit molah dening angin, kayu geseng kukus medal, tan antara kukus agni, saking kayu wijiling, wruha eling mulanipun, kabeh ingkang gumelar, saking heb manusa jati, kang tinitah luwih pan ingaken rahsa.
Artinya :
Bertumpukan sesama kayu, berderit oleh tiupan angin, kayu hangus mengeluarkan asap, sebentar kemudian mengeluarkan api yang berasal dari kayu, ketahuilah asal mulanya, semua yang tergelar, oleh perlindungan manusia jati, yang ditakdirkan lebih diakui sebagai rahasia.
Kinarya mulya pribadya, sasamanireng dumadi, aja mengeng ciptanira, tunggal saparibawaneki, kabeh isining bumi, anggep siji manuseku, mengku sagung kahanan, den wrh wisesaning tunggil, anuksmani saliring jagad dumadya.
3. WASIAT SUNAN KALI JAGA UNTUK KETURUNANNYA
Wasiat Sunan Kali Jaga kepada Keturunannya yang disampaikan oleh KH. Mukhlisun,
Pimpinan Ponpes Sirojul Mukhlisin, Payaman Magelang, Jawa Tengah kepada Bagus Kajenar pada saat menghadiri acara Haul Sunan Kali Jaga di Kadilagu, Demak, Jawa tengah pada tahun 1999, antara lain sebagai berikut :
Wasiat sunan kalijaga dalam kitabnya :
“Yen wis tibo titiwancine kali-kali ilang kedunge, pasar ilang kumandange, wong wadon ilang wirange mangka enggal–enggala tapa lelana njlajah desa milang kori patang sasi aja ngasik balik yen during olih pituduh (hidayah) saka gisti Allah”
“jika sudah tiba zamannya dimana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya untuk kebajikan, pasar hilang gaungnya (pasar orang beriman adalah masjid, jika masjid-masjid tak ada adzan, wanita-wanita hilang malunya (tidak tutup aurat lagi) maka cepat-cepatlah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa (dari kampong ke kampong) dari pintu ke pintu (dari rumah ke rumah untuk dakwah) janganlah pulang sebelum mendapat hidayah dari Gusti Allah Subhana Wa Ta'ala”
Kalau kita buat dakwah berpegang dengan azas dakwah ini maka dakwah kita akan mirip dengan dakwah nabi dan sahabat sehingga akan menjadi asbab hidayah keseluruh alam
Azas dakwah walisongo ada 10 :
1.Augih tanpa banda
kaya tanpa harta benda, jangan yakin pada harta, sebab kebahagiaan hanya ada dalam
agama, dakwah jangan bergantung dan berharap pada harta.
2.Ngluruk tanpa bala
menyerbu tanpa banyak orang/tentara, artinya jangan yakin dengan banyaknya jumlah
kawana,namun yakinlah dengan pertolongan Allah Subhana Wa Ta'ala semata
3.Menang tanpa ngasorake
menang/unggul tanpa merendahkan orang, artinya : dakwah jangan menganggap hina
musuh-musuh agama, kita pasti unggul tapi jangan merendahkan orang lain (jangan
sombong)
4.Mulya tanpa punggawa
mulia tanpa anak buah, artinya : kemuliaan hanya dalam iman dan amalan agama bukan
dengan banyaknya pengikut
5.Mletik tanpa sutang
melompat jauh tanpa tanpa galah/tongkat panjang, artinya : niat untuk dakwah
keseluruh alam, Allah Subhana Wa Ta'ala yang berangkatkan kita bukan asbab-asbab
dunia seperti harta.
6.Mabur tanpa lar
terbang tanpa sayap, artinya : kita bergerak jumpa umat Islam dari satu orang ke
lain orang, berjumpa ke rumah-rumah mereka.
7.Digdaya tanpa aji-aji
sakti tanpa ilmu kedigdayaan, artinya : kita dakwah, Allah akan Bantu (jika kalian
Bantu agama Allah Subhana Wa Ta'ala, maka pasti Allah Subhana Wa Ta'ala akan
tolong kalian dan Allah Subhana Wa Ta'alaakan menangkan kalian)
8.Menang tanpa tanding
menang tanpa berperang, artinya dakwah dengan hikmah, kata-kata yang sopan, ahlaq
yang mulia dan doa menangis pada Allah Subhana Wa Ta'ala agar umat yang kita
jumpai dan umat Islam di seluruh alam dapat hidayah bukan dengan kekerasan.
Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah bersabda :
‘Haram memerangi suatu kaum
sebelum kalian berdakwah (berdakwah dengan hikmah)
kepada mereka”
9.Kuncara tanpa wara-wara
menyebar/terkenal tanpa gembar-gembor, artinya : bergerak terus jumpa umat, tidak
perlu disiar-siarkan atau di umum-umumkan
10.Kalimasada senjatane
Senjatanya kalimat iman syahadat, selalu mendakwahkan kalimat tauhid, mengajak
umat pada iman dan amal salih di dunia sebagai bekal di akherat ketika menghadap
Gusti Allahu Subhana Wa Ta'ala.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar